Sabtu, 18 Desember 2010

KHAWARIJ DAN MURJIAH

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap orang yang ingin mengetahui seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari teologi akan memberikan kepada seseorang keyakinan yang didasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan zaman.
Teologi dalam Islam dikenal dengan nama “Ilmu Aqaid” atau “Ilmu Tauhid”. Dinamakan demikian karena dalam Islam keyakinan tentang ke-Maha Esaan Tuhan adalah termasuk ajaran yang sangat penting.
Teologi Islam disebut juga “Ilmu Kalam”. Dinamakan demikian, karena masalah “kalam” atau firman Tuhan, yaitu Al- Quran, pernah menjadi polemic yang menimbulkan pertentangan-pertentangan keras dikalangan umat Islam, terutama dalam abad 9 sampai 10 Masehi yang membawa kepada penganiayaan-penganiayaan bahkan pembunuhan- pembunuhan terhadap sesama muslim pada waktu itu.
Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang bersifat tengah-tengah antara liberal dan tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya. Orang yang bersifat tradisional dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat menerima paham-paham dari ajaran teologi tradisional. Sedangkan orang yang bersifat liberal dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat menerima paham-paham dari ajaran teologi liberal. Dalam soal paham jabariyah (fatalism) dan paham qadariyah (free will) misalnya, orang yang bersifat liberal dalam pemukimannya, tentu tidak dapat menerima paham jabariyah (fatalisme). Baginya paham
qadariyah (free will) yang terdapat dalam ajaran teologi liberalisme yang lebih sesuai dengan jiwa dan pemikirannya. Begitu pula sebaliknya. Adapun beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu aliran Khawarij, aliran Murji’ah, aliran Qadariyah dan aliran Jabariyah.










BAB II
PEMBAHASAN

A. KHAWARIJ
1. Sejarah berdirinya Khawarij
Khawarij adalah aliran kalam tertua dalam Islam. Khawarij muncul di tengah tengah kemelut politik yang terjadi dikalangan muslimin pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah. Mereka adalah berasal dari kelompok al-qurra dan al-huffazh, yang setia kepada khalifah. Gerakan Khawarij berakar sejak Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari,maka khalifah mengambil kebijakan . Melihat hal tersebut kelompok al-qurra dan al-huffazh tidak terima.
Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin Abu Sufyan. Mu’awiyyah yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan, merasa berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja, karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya meletuslah Perang Siffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. . Melihat kebijakan tahkim tersebut, yang dibuat oleh Khalifah Ali dan Mu’awiyah, maka kelompok al-qurra dan al-huffazh menyaatakan diri keluar dari barisan Khalifah dan membuat kelompok sendiri. Orang-orang Khawarij ini keluar dari kepimpinan Ali bin Abi Thalib dengan dalih salah satunya bahwa Ali tidak tegas.
Berawal dari kasus tersebutlah asal nama Khawarij di berikan kepada mereka, dalam arti “Keluar” dari barisan Khalifah Ali. Nama Khawarij di berikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali. Pendapat lain mengatakan bahwa pemberian nama tersebut di dasarkan atas ayat 100 dari surat An-Nisa yang didalamnya di sebutkan:
     •    …………..
Artinya; “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya”
Selain itu mereka juga menyebut diri meraka Syurah, yang berasal kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebut dalam ayat 207 dari surat Al-Baqarah:
 ••          
Artinya: “Ada manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan Allah Ta’ala. Maksudnya adalah mereka orang yang sedia mengorbankan diri untuk Allah.
Nama lain juga di berikan kepada mereka yakni Haruriah, yakni dari kata Harurat, satu desa yang terletak di kota Kufah, Irak. Melihat hal itu, orang-orang Khawarij pun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi dengan kelihaian Abd al-Rahman Ibnu Muljam berhasil bunuh Ali bin Abi Thalib saja.
Dalam mengajak umat mengikuti garis pemikiran mereka, kaum Khawarij sering menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah, sebab kaum Khawarij pada umumnya adalah orang-orang arab Badawi. Yang hidup di padang pasir yang tandus dan gersang membuat cara hidup mereka dan pola pikir mereka sangat sederhana, menjadikan mereka sebagai pribadi yang keras hati dan pemberani, berjiwa bebas dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Perkembangan Khawarij
Khawarij adalah aliran kalam yang perkembangannya sangat pesat dan tersebar keseluruh alam Islam pada saat itu. Mereka menjadi oposisi berat pemerintahan Umayyah, hingga menyebabkan runtuhnya Daulah Umawiyah bagian Timur. Seiring dengan perkembangannya Khawarij mencapai kejayaannya selama dua abad, di akhir masa kejayaannya, timbul komplik pemahaman terhadap dasar pokok yang ada di tubuh Khawarij, sehingga terpecah memjadi beberapa fairqoh.
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang firqah Khwarij. Al-Syahrastani, berpendapat mengatakan bahwa Khawarij terbagi menjadi delapan besar firqah, dan dari delapan firqah besar tersebut masih terbagi lagi dalam firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Al-Bagdhadi mengemukakan ada dua puluh sub sekte. Sementara Al-Asy’ari menyebutkan jumlah sub-sekte yang lebih banyak lagi. Pepercahan inilah yang membuat Khawarij menjadi lemah dan mudah sekali dipatahkan dalam berbagai pertempuran menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah. Adapun firqah yang terdapat dalam Khawarij di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Al-muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah golongan dan generasi Khawarij pertama. Mereka adalah kelompok yang keluar dari barisan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib ketika terjadi peristiwa tahkim. Mereka memisahkan diri dan berkumpul di desa Harura di daerah kufah. Para tokohnya adalah Abdullah Ibn al-Kawa’, ‘Itab Ibn al-A’war, ‘Urwah Ibnu Jrir, dan Abdullah Ibn Wahab al-Rasibi. Abdullah Ibn Wahab al-Rasibi adalah imam pertama yang di bai’at memjadi pemimpin kaum Khawarij, yang mempunyai pengikut berjumlah 12.000 orang.
Dalam ajarannya firqah ini memandang Ali dan Mu’awiyah adalah tokoh yang paling bertanggung jawab terjadinya peristiwa tahkim, sehingga mereka berpendapat keduanya adalah kafir, termasuk orang yang menyetujui dan menerima tahkim tersebut. Demikian pula membunuh sesama muslim tanpa sebab adalah termasuk dosa besar. Karena itu menurut golongan ini perbuatan membunuh manusia itu membuat si pembunuhnya menjadi orang kafir, dan keluar dari Islam. Demikian pula dengan dosa-dosa besar lainnya.
2. Al-Azariqah
Aliran Al-Azariqah adalah aliran yang muncul setelah aliran al-Muhakkimah di hancurkan oleh Khalifah Ali, kemudian mereka muncul dengan kekuatan baru. Nama Al- Azariqah di nisbatkan kepada tokoh pemimpinnya yakni Abu Rasyid Nafi’ al-Azraq. Aliran ini berdiam diri dan membangun kekuasaannya di Irak dan Iran. Sebagai pemimpinnya atau Khalifah pertama adalah Abu Rasyid Nafi’ al-Azraq dan mendapat gelar Amir al-mu’minin. Sedangkan pengikutnya berjumlah 20.000 orang.
Aliran ini mempunyai pemikiran dan pemahaman yang radikal dan ekstrim. Sehingga dalam ajarannya, aliran ini tidak lagi menggunakan kata kafir tetapi menggunakan kata musyrik. Mereka menghalalkan darah anak –istri orang-orang yang tidak sepaham. Sebab menurut mereka anak-anak yang tidak sepaham tersebut akan masuk neraka bersama orang tuanya.
Bahkan yang lebih ekstrimnya mereka mengatakan orang yang di luar golongan mereka adalah orang yang wajib di perangi. Selain dari itu orang yang ingin menjadi anggota mereka, harus lulus seleksi yakni menyuruh orang tersebut membunuh budak yang mereka sediakan, bila orang tersebut enggan membunuhnya maka tidak di terima, namun sebaliknya maka akan mereka terima. Sementara, dalam pemahaman mereka tentang fiqih, aliran ini memandang bahwa hukum rajam tidak berlaku bagi orang yang menuduh laki-laki yang baik-baik berbuat zinah. Hukum rajam berlaku hanya bagi orang yang menuduh wanita baik-baik berzinah.
Menurut golongan ini, termasuk musyrik juga orang orang Islam yang sepaham dengan ajaran-ajaran al- Azariqah. Bahkan orang-orang Islam yang sepaham dengan al-Azariqah, tetapi mereka tidak berhijrah kedalam lingkungan mereka, mereka juga dipandang sebagai orang yang musyrik. Dengan kata lain, orang-orang dari golongan al-Azariqah sendiri, apabila tidak mau pindah ke daerah kekuasaan mereka, juga dianggap sebagai orang musyrik.
Prof. Dr. Harun Nasution menambahkan, bahwa golongan al-Azariqah ini mempunyai paham, hanya daerah mereka sajalah yang merupakan “Dar al Islam”, sedangkan daerah-daerah Islam lainnya merupakan “Dar al Herb”, atau “Dar al-Kufr”, karena itu wajib diperangi. Dan yang mereka pandang musyrik itu bukan hanya orang-orang yang telah dewasa, tetapi juga anak-anak mereka, mereka pandang musyrik.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan al-Azariqah ini jelas mempunyai paham yang sangat ekstrim, sebab menurut paham mereka, hanya mereka sajalah yang sebenarnya Islam. Orang Islam yang berdomisili di luar lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Oleh karena itu kaum al-Azariqah, sebagaimana disebutkan oleh ibn al-Hazm, selalu mengadakan “istri’radh”, yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan seseorang yang mereka jumpai. Kalau orang tersebut mengaku sebagai orang Islam, tetapi tidak termasuk dalam golongan al-Azariqah, maka mereka pun membunuhnya.
Aliran ini bertahan sampai masa kekuasaan Abd al-Malik Ibn Marwan dari Dinasti Bani Umayyah. Abu Rasyid Nafi’ al-Azraq sang pendiri mati terbunuh di Irak pada tahun 61 H, oleh pasukan al-Hajjaj panglima perang Abd al-Malik Ibn Marwan.
3. Al-Nadjat
Nama golongan ini diambil dari nama seorang pemuka dari golongan ini, yaitu; Najdah ibn “Amr al-Hanafi”. Ia berasal dari daerah Yamamah. Menurut Al-Bagdadi, pada mulanya golongan ini ingin menggabungkan diri dengan orang al-Azariqah, tetapi karena dalam kalangan al Azariqah ini timbul perpecahan, maka mereka tidak jadi menggabungkan diri dengan al- Azariqah. Perpecahan dalam kalangan al-Azariqah itu disebabkan oleh sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ibnal-Azraq, diantaranya ialah Abu Fudaik, Rasyidal- Tawil dan ‘Atiah al-Hanafi, mereka tidak dapat menyetujui paham bahwa pengikut-pengikut al-Azariqah yang tidak mau berhijrah ke daerah lingkungan mereka, pandang sebagai golongan musyrik. Mereka juga tidak setuju dengan paham dalam golongan al-Azariqah, bahwa anak- anak dan istri-istri orang yang tak sepaham dengan golongan al-Azariqah itu boleh dibunuh.
Setelah memisahkan diri dari Nafi’ Abu Fudaik dan kawan-kawannya pergi ke Yamamah. Disinilah mereka dapat membujuk Najdah bergabung dengan mereka dalam menentang Nafi’, sehinggah Najdah dan pengikut- pengikutnya membatalkan rencana untuk hijrah ke daerah kekuasaan al-Azariqah. Selanjutnya Abu Fudaik dan pengikut-pengikutnya Najdah bersatu, dan memilih Najdah ibn ‘Amir al-Hanaf’ sebagai Imam mereka. Mereka tidak mau mengakui lagi Nafi ‘ibn al-Azraq sebagai Imam. Bahkan mereka telah menganggap Nafi’ telah menjadi kafir, dan orang-orang yang masih mengikutinya pun mereka pandang sebagai orang-orang yang kafir juga.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, dalam kalangan khawarij, golongan al-Nadjat inilah kelihatan yang pertama kali membawa pahamtaqiyah, yaitu paham bahwa seseorang boleh saja merahasiakan atau menyembunyikan keyakinannya atau keimanannya, demi untuk menjaga keamanan dirinya dari musuhnya. Taqiyah menurut pandangan mereka, bukan hanya dalam bentuk ucapan, tetapi boleh juga dalam bentuk perbuatan. Jadi seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin menunjukkan bahwa pada lahirnya ia bukan orang Islam, tetapi pada hakekatnya ia tetap penganut agama Islam.
Di kemudian hari terjadilah perpecahan diantara pengikut-pengikut al-Najdat. Perpecahan itu disebabkan oleh sebagian pengikut al-Najdat itu tidak dapat menerima bahwa orang yang melakukan dosa kecil itu bisa menjadi dosa besar. Tetapi menurut al-Bagdadi, perpecahan di kalangan mereka itu terutama disebabkan oleh pembagian ghanimah (harta rampasan perang), dan sikap lunak yang dilakukan oleh Najdah terhadap Khalifah ‘Abd al-Malik ibn Marwandari dinasti Bani Umayah.
Dalam masalah ghanimah, pernah mereka memperolah harta rampasan dalam peperangan, tetapi mereka tidak mengeluarkan seperlima lebih dulu, mereka langsung membaginya untuk orang-orang yang turut dalam peperangan. Hal ini diangapnya bertentangan dengan ketentuan dalam Al- Quran. Dan sikap lunak yang ditunjukkan oleh Najdah kepada Khalifah ‘Abd al-Malik ialah bahwa dalam serangan terhadap kota Madinah,mereka dapat menawan seorang anak perempuan. Khalifah ‘Abd al-Malik meminta kembali tawanan itu, ternyata permintaan itu dikabulkan oleh Najdah. Sikap seperti itu tentu saja tak dapat diterima oelh sebagian pengikut-pengikut mereka, karena Khalifah ‘Abd al-Malik adalah musuh mereka. Dalam perpecahan itu Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil, dan Atiah al-Hanafi memisahkan diri dari Najdah. Atiah mengasingkan diri ke Sijistan di Iran, sedangkan Abu Fudaik dan Rasyid al-Tawil mengadakan perlawanan terhadap Najdah. Akhirnya Najdah dapat mereka tangkap dan mereka potong lehernya.
4. Al-Ajaridah
Golongan ini dinamakan Al-Ajaridah, karena mereka itu adalah pengikut dari ‘Abd Karim ibn ‘Ajrad, yang menurut al-Syahrastani, termasuk salah seorang teman dari ‘Atiah al-Hanafi. Menurut al-Bagdadi, paham al-Ajaridah ini lebih lunak dibandingkan dengan golongan-golongan lain dalam kalangan khawarij. Menurut paham mereka, berhijrah bukanlah merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam sebagaimana diajarkan dalam paham al-Azariqah dan paham al-Nadjat. Bagi mereka berhijrah itu hanyalah merupakan kebajikan saja. Dengan demikian kaum Ajaridah bebas tinggal dimana saja di luar daerah kekuasaan mereka, dan mereka tidak dianggap sebagai orang kafir. Mengenai harta yang boleh dijadikan sebagai harta rampasan perang, menurut mereka, hanyalah harta musuh yang telah mati terbunuh.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, kaum Ajaridah ini mempunyai paham puritanisme. Surat Yusuf dalam Al- Quran membawa cerita tentang cinta. Menurut mereka Al- Quran sebagai kitab suci, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oelh karena itu mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dalam Al-Quran.
5. Al-Sufriyah
Golongan ini dinamakan demikian, karena pemimpin golongan ini ialah Ziad ibn al-Asfar. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan Al-Sufriyah ini mempunyai paham yang agak ekstrim dibandingankan dengan yang lain. Diantara pendapat-pendapat mereka itu ialah :
a. Orang sufriyah yang tidak berhijrah tidak di anggap menjadi kafir.
b. Mereka tidak sependapat, bahwa anak-anak orang yang musyrik itu boleh dibunuh.
c. Selanjutnya tidak semua orang sufriyah sependapat bahwa orang yang melakukan dosa besar itu telah menjadi musyrik. Ada diantara mereka yang membagi dosa besar menjadi dua golongan, yaitu daosa yang diancam dengan hukum dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tidak diancam dengan hukum dunia, tetapi diancam dengan hukuman karena di akhirat, seperti dosa karena meninggalkan shalat atau puasa bulan Ramadhan. Orang yang berbuat dosa besar golongan pertama, tidak dipandang kafir, tetapi orang yang berbuat dosa golongan kedua itulah yang di pandang kafir.
d. Daerah golongan Islam yang tidak sepaham dengan mereka, tidak dianggap sebagai dar al- harb, yaitu daerah yang harus diperangi. Menurut mereka, daerah yang boleh diperangi itu hanya daerahma’askar, yaitu markas- markas pasukan musuh. Anak-anak dan wanita-wanit tidak boleh dibunuh atau dijadikan tawanan.
e. Menurut mereka kufur itu ada dua macam yaitu : kufr bi inkar al-ni’mah, yaitu kufur karena mengingkari rahmat Tuhan, dan kufr bin inkar al-rububiyah, yaitu kufur karena mengingkari adanya Tuhan. Karena itu menurut mereka, tidak selamanya sebutan kafir itu mesti diartikan keluar dari Islam.
f. Menurut mereka,taqiyah hanya dibolehkan dalam bentuk perkataan saja, dan tidak boleh dalam bentuk perbuatan. Tetapi sungguhpun demikian, untuk menjaga keamanan dirinya, seorang wanita Islam boleh kawin dengan laki- laki kafir, apabila dia berada di daerah bukan Islam.
6. Al-Ibadiyah
Nama golongan ini diambil dari nama seorang pemuka mereka yaitu Abdullah ibn Ibad. Pada mulanya dia adalah pengikut golongan al-Azariqah, tetapi pada tahun 686 M, ia memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan al-Ibadiyah ini merupakan golongan yang paling moderat di bandingkan dengan golongan-golongan khawarij lainnya. Paham moderat mereka itu dapat dilihat dari ajaran-ajaran mereka sebagai berikut :
a. Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, mereka itu bukan mukmin dan bukan pula musyrik, mereka itu adalah kafir. Dengan orang Islam yang demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Syahadat mereka dapat diterima. Membunuh mereka haram hukumnya.
b. Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan golongan al-Ibadiyah, kecuali markas pemerintah, merupakan afar al-tawhid, yaitu daerah orang yang meng-Esakan Tuhan, karena itu daerah seperti itu tidak boleh diperangi. Sedangkan daerah ma’askar pemerintah, bagi mereka merupakan afar al-kufr, karena itu harus diperangi.
c. Orang Islam yang berbuat dosa besar, mereka sebut oran muwahhid, yaitu orang yang meng- Esakan Tuhan, tetapi ia bukan orang yang mukmin. Dengan demikian orang Islam yang mengerjakan dosa besar, perbuatannya itu tidak membuatnya keluarnya dari Islam.
d. Harta yang boleh dijadikan ghanimah (harta rampasan), hanyalah kuda dan senjata saja. Emas dan perak harus dikembalikan kepada yang empunya.
Tidak mengherankan kalau paham moderat seperti yang digambarkan diatas membuat Abdullah ibn Ibad tidak mau turut dengan golongan al-Azariqah dalam melawan Khalifah Bani Umayah. Bahkan sebaliknya ia mempunyai hubungan yang baik dengan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Demikian pula Jabir ibn Zaid al-Azdi, pemimpin golongan al-Ibadiyah sesudah Ibn Ibad, mempunyai hubungan yang baik dengan al-Hajjah, yang pada waktu itu sedang giat-giatnya memerangi golongan khawarij yang ekstrim. Oleh karena itu, kalau golongan khawarij lainnya telah hilang dan hanya tinggal dalam sejarah saja, maka golongan al-Ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, Omman dan Arabia Selatan.
3. Ajaran Khawrij
Prof. Dr. Harun Nasution menyatakan bahwa menurut Abu Zahrah, timbulnya paham teologi dalam kalangan kaum khawarij bermula dari paham mereka dalam masalah-masalah politik/ketatanegaraan.
Dalam lapangan ketatanegaraan mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada pada waktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam, yang berhak menjadi Khalifah itu bukan hanya anggota suku bangsa Quraisy, bahkan juga bukan hanya orang Arab saja, tetapi siapa saja orang Islam yang sanggup dan mampu, walaupun ia seorang hamba yang berasal dari Afrika. Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia masih bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Tetapi kalau ia sudah menyimpang dari ajaran-ajaran Islam, maka ia wajib dijatuhkan atau dibunuh. Selanjutnya di dalam kitabMaqalat disebutkan, bahwa dalam hubungannya dengan khalifah-khalifah yang empat, maka khalifah atau pemerintah Abu Bakar dan Umar ibn al- Khattab seluruhnya dapat mereka terima, karena kedua khalifah tersebut diangkat dan tidak nyeleweng dari ajaran ajaran Islam.
Akan tetapi pada pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, menurut pandangan mereka Ali telah menyeleweng dari ajaran Islam sejak terjadinya peristiwa arbitrage (tahkim) sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Karena itu Usma dan Ali menurut pandangan mereka telah menjadi kafir. Demikian pula Mu’awiyah, Amr ibn al ‘As, Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang mereka anggap telah menyimpang atau menyeleweng dari ajaran Islam yang benar.
Dengan demikian dalam kalangan kaum khawarij mulai memasuki persoalan “kufr”: siapakah yang disebut “kafir”, dan mereka anggap tidak keluar dari Islam, dan siapa pula yang disebut “mukmin”, dan mereka anggap tidak keluar dari Islam. Persoalan-persoalan serupa ini bukan lagi merupakan persoalan politik, tetapi sudah berubah menjadi persoalan teologi.
Pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih dipandang sebagai orang Islam, dan siapa yang telah keluar dari Islam dan dipandang sebagai orang kafir, serta soal-soal yang bersangkut-paut dengan ini, dikalangan kaum khawarij tidak selamanya sama, sehingga timbullah beberapa golongan kecil atau sub-subsekte dalam kalangan khawarij. Dalam kitab Al- Milal waal-Nihal Al-Baqdadi, mereka terpecah menjadi 20 subsekte, bahkan menurut Al-Asy’ari, mereka terpecah menjadi sub-sub sekte yang jumlahnya lebih besar lagi.
Prof. Dr. Harun Nasution menambahkan bahwa kaum Khawarij itu pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Mereka hidup di padang pasir yang tandus, yang membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran mereka, tetapi mereka sangat keras hati dan berani serta bersikap merdeka, tidak mau tergantung pada orang lain. Agama tidak membawa perubahan dalam sifat-sifat ke Badawian. Mereka telah bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi, mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis, mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan pemahaman mereka sangat sederhana, sempit dan fanatic. Iman mereka tebal, tetapi pandangan mereka sempit ditambah dengan sikap mereka yang fanatic, ini membuat mereka tidak dapat mentolerir hal-hal yang kelihatannya menyimpang dari ajaran Islam menurut paham mereka.
Inilah nampaknya yang menjadi faktor penyebab mengapa kaum khawarij terpecah-pecah menjadi golongan-golongan kecil, dan mengapa mereka terus-menerus bersikap mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
B. MURJIAH
1. Sejarah berdirinya Murji’ah
Sebagaimana halnya Kharij yang timbul akibat persoalan politik, Murjiah juga timbul sebab pesoalan politik yang tidak lari dari pemasalahan khilafah, yang membawa perpecahan di kalangan umat Islam setelah ‘Usman Ibn Affan mati terbunuh . Kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau turut campur terhadap pertentangan yang terjadi di kalangan umat Islam, dan mereka mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang bertikai tersebut kepada tuhan. Sehinga seiring dengan perkembangannya, sikap netral tesebut berpindah kepada lapangan teologi. Persoalan dosa besar adalah kafir yang terdapat dikalangan kaum Khawarij, menjadi topik utama pembahasan kaum Murji’ah. Sehingga dalam satu sumber sejarah mengatakan Murji’ah timbul sebagai reaksi yang menentang pemahaman teologi kaum Khawarij. Sebab menurut mereka pelaku dosa besar tetap di katakan mukmin, tida kafir, dan mereka menyerahkan permaslahan tersebut kepada Allah.
Nama golongan Murji’ah diambil dari bahasa arab yang di ambil dari akar kata arja’a-irja’ yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung masuk surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya, setelah ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena mereka memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua bukan yang pertama. Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan .
Disamping itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama Murji’ah yang diberikan pada golongan ini, bukan karena mereka menundakan penentuan hukum terhadap orang islam yang berdosa besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman, tetapi karena mereka memberi pengaharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga
2. Perkembangan Murji’ah
Seiring dengan perkembangannya aliran Murji’ah terbagi kepada beberapa aliran, namun secara garis besarnya terbagi kepada dua bagian yakni Murjia’ah moderat dan Murji’ah ekstrim pembagian ini dilandaskan kepada pendapat mereka tentang iman dalam hubungnnya dengan amal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihan dalam penjelasan dibawah ini:
1) Golongan Moderat
Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman . Dengan gambaran serupa itu, maka iman semua orang islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara iman orang islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang patuh menjalankan perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman .
2). Golongan Murji’ah Ekstrim
Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan sebagi berikut:
1. Kelompok Al-Jahmiyah
Adapun golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya disebut al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen degan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah . Dan orang yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya
2. Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan danKufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan . Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar mengamabrkan kepatuhan .
3. Kelompok Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-Ubaidiyah
Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan- perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist) .
Kaum Yunusiyah yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa ”iman” itu adalah mengenai Alla, dan menundukkan diri padanya dan mencintainya sepenuh hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya, seperti ”taat” misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan bukanlah iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar
4. Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini mengatakan bahwa, ”saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin .
4. Ajaran Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin
irja’at au arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun persoalan teologis. Dibidang politik, doktrin irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompokMurji’ah di kenal pula denganThe Queitists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi jauh sehingga membuatMurji’ah selalu diam dalam persoalan politik .
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang
independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut :
a. Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagai adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan mendatangkanmudharat ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian menngkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang . Berkaitan dengan Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
a) Penangguhan keputusan Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat.
b) Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al- Khalifah Ar-Rasyidin.
c) Pemberian harapan (giving hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d) Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis
dan empiris dari kalangan Helenis.
Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin
teologi Murji’ah yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bn Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ ary yang terlibattahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa
besar.
3. Menyerahkan meletakkan Iman dari pada amal.
4. Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompokJahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati ataupun, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT. Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman.
Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur


BAB III
KESIMPULAN
A. Khawarij
Perang Siffin meletus akibat dari politik yang dilakukan oleh Khalifah Usman bin Affan pada masa menjelang akhir pemerintahannya. Persoalan politik terus berlanjut dan bahkan makin berkembang setelah usainya perang Siffin, yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan- persoalan Theologi.
Golongan khawarij memandang Ali, Mu’awiyah, Amru bin Ash, Abu Musa Al Asy’ari dan lain-lain sudah keluar dari Islam, bahkan dianggap murtad dan wajib di bunuh.
Sesuai dengan firman Tuhan dalam Surah An-Nisa : 100, Khawarij merupakan suatu kaum yang berhijrah meninggalkan rumah dan kampong halam mereka untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya dan untuk memperolah pahala dari Allah SWT. Kaum Khawarij memisahkan diri dari barisan ‘Ali bin Abi Thalib, karena mereka tidak setuju dengan sikapnya yang menerima tahkim (arbitrase) dalam menyelesaikan persengketaannya dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi dalam pertemuan dengan kekuatan Ali, kaum khawarij mengalami kekalahan besar, tapi akhirnya Ibn al- Muljam dapat membunuh Ali bin Abi Thalib.
Di kemudian hari kaum Khawarij terpecah-pecah dalam beberap sub-sekte, di antaranya ialah ; 1) Al-Muhakkimah, 2) Al-Azariqah, 3) Al-Najdat, 4) Al-Ajaridah, 5) Al-Sufriyah, 6) Al- Ibadiyah.
B. Murji’ah
Kemunculan aliran Murji’ah dalam sejarah perkembangan ilmu teologi dalam islam, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan politik pada masa itu, yang dimulai dari pertentangan Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Aliran Murji’ah merupakan aliran yang berusaha bersikap netral atau nonblok dalam proses pertentangan yang terjadi antara kaum Khawarij dengan kaum Syi’ah yang telah masuk pada permasalahan kafir mengkafirkan.
Dan dalam perkembangannya Murji’ah ikut memberikan tanggapan dalam permasalahan ketentuan Tuhan dalam menetapkan seseorang telah keluar Islam atau masih mukmin. Tipe pemikiran yang dikembangkan oleh kaum Murji’ah adalah bahwa penentuan seseorang telah keluar dari Islam tidak bisa ditentukan oleh manusia tapi di tangguhkan sampai nanti di akhirat. Pembagian golongan Murji’ah dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrem

DAFTAR KEPUSTAKAAN
AL-Qur’an dan Terjemahannya, CV Karya Utama Surabaya, 2005
Al-Asy’ari, Abul Hasan Isma’il. 1998. Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Teologi
Islam, CV Pustaka Setia, Bandung,1998

Al-Maududi, Abul A’la. Khilafah dan Kerajaan. Penerjemah: Muhammad Al- baqir. Penerbit Kharisma, Bandung, 2007

A. Jamrah, Suryan , Studi Ilmu Kalam, PT. LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2008
Abdul Mu’in, M. Taib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, cetakan ke, 9, 1992
A. Nasir, Salihun, Pengantar Ilmu Kalam, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, cetakan ke III, 1996
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Cetakan ke 5, UI-Press, Jakarta, 1986,

Nata, Abuddin. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tassawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995

Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihan.Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia Bandung, 2007

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II, PT Pustaka Al- Husa baru, Jakarta, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar