Senin, 06 Desember 2010

skripsi

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN
AL-GHAZALI

SKRIPSI










OLEH:
SAWALUDDIN
NPM:062410018

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S1)
Pada Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Riau
Pekanbaru

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2009
IADA KESUKSESAN DIRAIH TANPA KERJA KERAS
BEKERJA SAMBIL BERDO’A DENGAN NIAT YANG IKHLAS
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN PADA MAMA KU TERCINTA YANG MATI-MATIAN BANTING TULANG YANG TAK KENAL LELAH, WALAUPUN PANAS MENTARI MENERPA DI SIANG HARI HUJAN MEMBASAHI TUBUH DEMI ANAKNYA. DAN YANG SELALU MENETESKAN AIR MATA DISETIAP DO’ANYA DEMI CITA-CITA ANAKNYA TERCINTA.TERIMAKASIH MAMA ….. JASAMU TIADA TARA.. SEMOGA ILMU KUINI BERMANFAAT BAGI NUSA BANGSA DAN AGAMA JUGA MENJADI ANAK YANG BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA..
HAI…….KAWAN INGIN BERHASIL
INGAT…. HADITS RASUL ……
RIDHO ALLAH TERGANTUNG KEPADA RIDHO KEDUA ORANG TUA, MURKA ALLAH TERGANTUNG PADA MURKA KEDUA ORANG TUA.
MAKANYA …..AYO….. BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA……. JANGAN DURHAKAYA…………….OK….




DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………….……………………………. 14
B. Pembatasan Masalah………………………………………………... 19
C. Rumusan Masalah…………………………………………………… 19
D. Tujuan Penelitian …………………………………………………… 19
E. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 19
F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………… . 20
G. Kerangka Teoritis……………………………………………………. 22
H. Metodologi Penelitian……………………………………………….. 36

BAB II MENGENAL KEHIDUPAN AL-GHAZALI
A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali………………………………… 39
B. Perkembangan Spritual Imam Al- Ghazali……………………….. 41
C. Karya-karya Imam Al-Ghazali……………………………………. 43
BAB III PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
Konsep Imam Al-Ghazali Tentang Pendidikan Islam ( Faktor -Faktor Pendidikan ) :
a. Tujuan ………………………………………………………….. 47
b. Kurikulum…………………………………………………....... 52
c Metode………………………………………………………… 54
d. Pendidik……………………………………………………….. 60
e. Peserta didik…………………………………………………... 66
f. Evaluasi……………………………………………………..…. 69

BAB IV ANALISA
A. Ciri Khas Konsep Pendidikan Islam Al-Ghazali……………….… 72
B. Faktor Yang Mempengaruhi Pemikiran Al-Ghazali………….... 76

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………..… 83
B. Saran-saran………………. ……………………………………... 84
Daftar Pustaka……………… .……………………………………………..… 85













PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN
AL-GHAZALI







OLEH :
SAWALUDDIN
NPM : 062410018




PEMBIMBING I PEMBIMBING II



H.M.ALI NOER, MA DRS. RIZAL DAIRI, MA






SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PENDIDIKAN ISLAM PADA FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2009

SURAT KETERANGAN



Kami pembimbing dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa yang tersebut dibawah ini :

Nama : Sawaluddin
NPM : 062410018
Fakultas : Agama Islam
Jur/Prog. Studi : Tarbiyah (PAI)/ SI

Telah selesai menyusun skripsi dan siap untuk diujikan, dengan judul :

“ PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI”

Demikianlah surat keterangan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya .



Pekanbaru, 15 Desember 2009




PEMBIMBING I PEMBIMBING II




H.M.ALI NOER, MA DRS. RIZAL DAIRI, MA



BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Telah dilakukan bimbingan skripsi terhadap Mahasiwa:
1. Nama : Sawaluddin
2. NPM : 062410018
3. Jur/Prog. Studi : Tarbiyah (PAI)/ SI
4. Pembimbing I : H.M.Ali Noer, MA
5. Pembimbing II : DRS. Rizal Dairi, MA
6. Judul Skripsi : “Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali”

Dengan perincian dan jadwal sebagai berikut :

No Tanggal Pembimbing Berita Bimbingan Paraf
1 15-11-2009 H.M.Alinoer, MA Perbaikan Tulisan


2 30-11-2009 H .M.Alinoer, MA Perbaikan Kerangka Teoritis, dan Isi


3 14-12-2009 H .M.Alinoer, MA Perbaikan Daftar Pustaka dan Metode Penelitian


4 15-12-2009 H .M.Alinoer, MA Acc Untuk diMunaqosahkan



Pekanbaru, 15 Desember 2009
Dekan






Drs . M.Yusuf Ahmad, MA
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Telah dilakukan bimbingan skripsi terhadap Mahasiwa:
1. Nama : Sawaluddin
2. NPM : 062410018
3. Jur/Prog. Studi : Tarbiyah (PAI)/ SI
4. Pembimbing I : H.M.Ali Noer, MA
5. PembimbingII : DRS. Rizal Dairi, MA
6. Judul Skripsi : “Pemikiran Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali”


Dengan perincian dan jadwal sebagai berikut :

No Tanggal Pembimbing Berita Bimbingan Paraf
1 15-09-2009 Drs.Rizal Dairi, MA Perbaikan Latar Belakang
Perbaikan Penulisan
2 01-10-2009 Drs.Rizal Dairi, MA Perbaikan Tinjauan Teoritis

3 15-10-2009 Drs.Rizal Dairi, MA Perbaikan Isi Analisis
4 30-10-2009 Drs.Rizal Dairi, MA Perbaikan Daftar Pustaka

5 02-11-2009 Drs.Rizal Dairi, MA ACC untuk dilanjutkan ke Pembimbing I

Pekanbaru, 15 Desember 2009
Dekan



Drs . M.Yusuf Ahmad, MA


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
FAKULTAS AGAMA ISLAM
SKRIPSI INI TELAH DITERIMA DAN DISETUJUI UNTUK DI MUNAQOSAHKAN DALAM SIDANG PANITIA UJIAN SARJANA (SI) PADA FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM RIAU DAN TELAH MEMENUHI SEBAGAI SYARAT DAN TUGAS YANG TELAH DITETEPKAN.

H .M.Ali Noer, MA Pembimbing I

(………………………)

Drs.Rizal Dairi, MA Pembimbing II

(………………………)

Devi Arisanti, M.Ag Ketua Jurusan

(………………………)



PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI
ABSTARKSI

Oleh : Sawaluddin

Imam Al-Ghazali lahir pada tahun 1059 M/450 H Ghazzala, Thusia sebuah kota di Khurasan, Persia. Dan beliau juga wafat di Thusia pada tahun 1111M/505 M. Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad AL-Gazzaly. Al-Ghazali terkenal dengan sebutan Al-Ghazali, dikarenakan dia lahir di Ghazzala. Dia juga dikenal sebagai sorang ahli fiqih (Hukum ), ahli kalam (Teologi ), pemikir yang original, ahli tasauf terkenal yang mendapat julukan “Hujjatul Islam (Pembela Islam).
Adapun latar belakang masalah penelitian ini adalah berkenaan dengan tuduhan para filosof terhadap Al-Ghazali, yang mengatakan beliau orang yang mendikotomi ilmu pengetahuan, sedangkan rumusan masalahnya adalah pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghazali dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran pendidikan Al-Ghazali. Sedangkan tehnik dalm penelitian ini adalah mengumpulkan literature yang berkaitan dengan Al-Ghazali kemudian baru dianalisis untuk mendapatkan konsep pendidikan nya,yang akurat dan jelas. Adapun kesimpulannya adalah tujuan pendidikannya adalah “Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah,dan Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat”. Dan bila kita lihat konsep yang dikemukan beliau mengacu kepada konsep pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist
Sedangkan kurikulumnya adalah mengedepankan ilmu agama tanpa mengesampingkan ilmu umum dengan artian adanya keseimbangan .Metode yang beliau kembangkan adalah metode keteladanan, mengajarkan ilmu sesuai dengan tingkatannya, memberikan nasihat.Sedangkan evaluasi yang beliau lakukan adalah menguji bukan saja secara koknitif saja tetapi juga apeksi dan motoriknya. Al-Ghazali memandang guru adalah orang yang harus bekerja ikhlas tidak boleh mengharap kan upah ,dan murid adalah orang yang harus mengedepankan rasa hormat terhadap guru. Adapun yang melatar belakangi pemikiran pendidikan Islam Al-Ghazali adalah Pendidikan, Itelektual dan Politik.
Diantara konsep pendidikannya yang telah di kemukakan masih ada yang relevan diterapkan dalam dunia pendidikan Islam saat ini seperti tujuan, metode, kurikulum, murid, sedangkan yang tidak relevan lagi adalah konsepnya tentang guru. Dilain sisi konsep pendidikan Al-Ghazali mempunyai sisi kelebihan seperti mengedepankan pembersihan hati dalam mengajar dan belajar ilmu sedangkan kekurangannya menurut hemat penulis adalah bersipat tradisonalSehingga menurut penulis konsep pendidikan Islam yang di kemukakan Al-Ghazali dalam beberapa hal masih dapat diterapkan dalam dunia pendidikan Islam termasuk Indonesia .

KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih tepat dan paling indah untuk diucapkan untuk mengungkapkan rasa syukur yang tiada terhingga kecuali mengucapkan kalimat Al-Hamdulillahi Robbil ‘alamin kepada Allah SWT. Atas segala limpahan nikmat dan hidayah dan ‘Inayah –Nya kepada penulis selaku hamba- Nya, sehingga –meski dengan susah payah dan keterbatasan dan kekurangan, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul :
“ PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIR AN AL-GHAZALI”
sebagai karya tulis ilmiyah guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau.
Selanjutnya, shalawat dan salam buat Rasulullah SAW.Sebagai pembawa risalah Islam dimuka bumi ini dan telah menancapkan dasar-dasar Tarbiyah Islamiyah dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman bagi umat manusia dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi.
Dalam lembaran ini penulis, ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sangat dalam seraya mempersembahkan tulisan ini kepada seluruh pihak yang telah berperan baik secara langsung maupun tidak langsung atas terselesaikannya tulisan ini:
1. Pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Daerah Riau, selaku Pinpinan dari Universitas Islam Riau.
2. Bapak Profesor.DR.H.Detri Karya MA, sebagai Rektor di Universitas Islam yang telah membawa kemajuan yang sangat berarti bagi Universitas Islam Riau.
3. Bapak Drs.M Yusuf Ahmad MA.SebagaiDekan Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau yang telah memberikan fasilitas dan motivasi bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini .
4. Bapak H.M.Ali Noer, MA sebagai Pembimbing I yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis hingga selesainya tulisan ini.
5. Bapak Drs.Rizal Dairi, MA sebagai Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan menyumbangkan pikirannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
6. Para Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau yang telah banyak berjasa dalam menyumbangkan ilmunya dari awal kuliah hingga penulis sampai kepada penyelesaian Tugas Akhir dari masa perkuliahan.
7. Para Karyawan di Fakultas Agama Islam dan Universitas Islam Riau, terutama para ibu penjaga perpustakaan baik di Fakultas Agama Islam dan Perpustakaan Universitas Islam Riau.
8. Karyawan dan penjaga Perpustakaan wilayah Soeman HS. Provinsi Riau yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan literatur yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini.
9. Ayahanda tercinta (Jeges Siregar.Alm ) dan Ibunda tercinta (Maslan Harahap) yang telah banyak berkorban, meneteskan, air mata disetiap do’anya dan mengucurkan keringat dalam usahanya agar penulis senantiasa dalam lindungan Allah SWT, dan dapat meraih cita-cita sebagai anak yang berguna dan berbakti pada orang tua juga, bagi nusa, bangsa dan Agama.
10. Abang dan Kakanda tercinta se ayah dan seibu (Paringgonan Siregar, Tohong Siregar, Sopian Siregar, M.Rafi Siregar, Kapiten Siregar, Launa Siregar, Nur Sima Siregar ) atas bantuan, dukungan dan do’anya agar penulis menamkan cita-cita yang tinggi dan dapat menyelesaikan tulisan ini.
11. Kawan-kawan dan adik-adik seperjuangan sesama Mahasiswa dan kawan-kawan dan adik-adik sesama Alumni Pondok Pesantren Musthopawiyah Purba baru terutama adinda Zainab Nasution, yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa-Mahasiswi angkatan 2006 Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau,yang telah saling membantu dan mengingatkan selama kita bersama dalam perkuliahan.
13. Kawan-kawanku tercinta (Ismail, Sirajuddin, Mirwan, Hamidah, Bunda A’imi, Eri Ikhsan, Darwin, Ridho, Oji, Herpan,Yeni Yuliana, Bunda Darwani, Bunda Yunizar, Suryani, Rosita, Ubaidillah, Samsuddin, dan yang mungkin tak tersebut namanya) yang telah banyak membantu penulis saat melakukan penulisan skripsinya.
14. Seluruh Keluarga Besar Pondok Pesantren Musthopawiyah Purba Baru(Ayahanda Pinpinan, para Ayahanda Guru dan Ibunda Guru, terutama ayahanda Umar Bakri Lubis, Ayahanda Mukmin, Ayahanda Arda Bili, Ayahanda Yakub, Ayahanda Amrin Nasution, Ayahan Rhomadhan, Z tak terlebih Paman Drs.Yuhibban Siregar, Oppung Mukhtar Nasution Alm, Ustad. Khoir, Ayah Zainal, yahanda Bahrum Alm, Ayahanda Mahmuddin Pasaribu, Abang Sabbana tempat penulis menimbah ilmu pengetahuan sebelumnya, dan tempat meminta nasehat dan bimbingan.
15. Seluruh masyarakat lingkungan Rw 03/Rt 03 tangkerang timur tempat penulis tinggal, terutama, Jama’ah Mesjid Nurul Fitrah, Bapak Pengurus, Ibu-ibu Majelis Ta’lim, pak RW 03, RT 03 yang telah banyak memberikan dorongan dan nasehat pada penulisan tak terlebih keluarga Besar Jamali SE, dan Indra Alamsah Lubis, bang Zulpan sekeluarga,bapak IR. Nalfison sekeluarga.
Semoga atas bantuan dan dukungan nya selama ini menjadi amal ibadah dan akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.Amiin.

Pekanbaru , 15 Desember 2009
Penulis


Sawaluddin
NPM:062410018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pemikiran Islam, nama Al-Ghazali bukanlah figur yang asing karena begitu banyak orang yang menemukan namanya dalam berbagai literatur, baik klasik maupun modern. Dia adalah pemikir besar dalam dunia Islam abad ke-5 H, yang terkenal dengan julukan “Hujjat Al-Islam” yang tak pernah sepi dari pembicaraan dan sorotan, baik pro maupun kontra.
Kemasyhuran nama Al-Ghazali adalah karena beliau seorang tokoh yang selalu haus akan ilmu pengetahuan, serta mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai keyakinan dan mencari hakikat kebenaran. Kecintaanya terhadap ilmu pengetahuan membuat sang Hujjatul Islam melakukan pengembaraan intelektual dan spiritual dari ilmu kalam ke filsfat, kemudian kedunia batiniah dan akhirnya membawanya kepada tasawuf. Selain dari itu terdapat pemikiran-pemikirannya yang bersifat monumental
(M. Solihin:2001:9).
Kondisi pemikiran Islam pada masa Al-Ghazali banyak diwarnai pertentangan berbagai aliaran pemikiran. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti pada masa Al-Ghazali merupakan abad kemunduran, tetapi justru menandakan bahwa pemikiran Islam sedang berkembang pesat.
Perkembangan pemikiran Al-Ghazali mulai berkembang serta pengkajiannya tentang ilmu pengetahuan seperti fiqih, tafsir, kalam dan lain sebagainaya. Selain dari pada itu dialog-dialog intelektual dengan nuansa perdebatan menandakan upaya pencaraian kebenaran melalui argumentasi ilmiah. Namun sangat disayangkan, dialog-dialog intelektual itu mengarah pada upaya mempertahankan doktrin aliran masing-masing. Aliran yang sangat populer ketika itu adalah aliran kalam, aliran filsafat, aliran tasawuf dan aliran batiniah. Hingga pada akhirnya Al-Ghazali menjatuhkan pilihan kepada aliran kalam dengan latar belakang untuk mempertahankan akidah Ahli
As-Sunnah dan melindungi dari Ahli Al-Bid’ah ketika itu ia memandang akidah sunnah sedang dilanda krisis akibat serangan kaum Ahli Bid’ah.
Setelah mendalami ilmu kalam, Al-Ghazali melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan ilmu kalam lebih besar dibanding manfaatnya, serta tidak mampu mencapai ilmu yang benaran dan tidak bisa mengenal Allah Ta’ala secara hakiki. Dengan alasan tersebut maka Al-Ghazali pun beralih dari aliran kalam ke aliran filsafat.
Pada aliran filsafat Al-Ghazali juga tidak menemukan sebuah kebenaran yang ia cari namun yang terjadi adalah Al-Ghazali malah menentang para filosof pada masanya dan mengecam mereka. Alasanya adalah menurut Al-Ghazali dalam aliran filsafat (para filosof) membahayakan akidah, melihat keadan tersebut beliau menulis buku yang berjudul Maqashid Al-Falasifah. Walupun Al-Ghazali membenci dan mengkritik para filosof bukan berarti ia menolak semua faham-faham filsafat secara keseluruhan.
Ketika melihat filsafat tidak mampu mengungkapkan ilmu metafisika, ditambah dengan kerancuan dalil-dalil yang mereka gunakan, maka Al-Ghazali meninggalkan filsafat setelah mengkritiknya melalui Tahafut Al-Falasifah, kemudian mendalami aliran batiniah.
Berlawanan dengan para filosof yang menggunakan rasio sebebas-bebasnya maka kaum batiniah tidak mengakui peranan rasio. Mereka hanya mengakui dan menerima realitas-realitas dari imam yang ma’shum, yang menurut mereka selalu ada pada setiap masa. Mereka mengatakan satu-satunya cara yang benar untuk memahami ilmu adalah dengan metode pengajaran dari imam yang ma’shum.
Alasan itulah yang membuat Al-Ghazali mudah menerima aliran batiniah dan sesuai dalam pemahamanya.Namun pada akhirnya Al-Ghazali kembali mengkritik aliran batiniah sama halnya yang ia lakukan pada aliran kalam dan filsafat, dengan mengemukakan alasan bahwa liran batiniah yang tidak mengakui Al-Qur’an dan menyimpan tujuan politisi. Akibat dari kritikan tersebut Al-Ghazali mengalami krisis pemikiran dan terjadi peperangan dalam pemikirannya serta hatinya dalam waktu yang cuklup lama. Hingga akhirnya ia menemukan tempat yang pas dan menjatuhkan pilihanya pada aliran tasawuf hingga ia dikenal dengan orang yang ahli dibidang tasawuf dan melahirkan karya terbesarnya yaitu Ihya ‘Ulum Ad Din ( M. Solihin: 2001:23-26).
Setelah Al-Ghazali berada dalam aliran tasawuf dan mendalaminya terdapat berbagai persoalan yang bermunculan dalam masyarakat, seperti pemimpin Negara dan ulama-ulama penjilat yang mengelabui masyarakat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan duniawi. Bahkan pada masa tersebut banyak ulama–ulama yang mengadu kekuatan dengan berdebat ilmu pengetahuan dan agamanya, tetapi dibalik itu semua mereka ingin dipuji dan sanjungan dari masyarakat. Sehingga tepat sekali Al-Ghazali menggambarkan masyarakat pada masa itu sebagai orang-orang taqwa yang palsu, bahkan orang sufi yang palsu, yang akan menipu manusia dengan taqwanya (Hussein Bahreisj: 1981:18).
Berangkat dari gambaran Al-Ghazali tersebut tentang masyarakat pada saat itu dan beralihnya Al-Ghazali dari filsafat serta munculnya perkataan Al-Ghazali yang mengharamkan filsafat menimbulkan kontropersi dikalangan pemikir pada saat itu. Ada yang mendukung dengan memberikan pujian, seperti yang diungkapkan oleh As-Subkhi (Wafat tahun 1370 H) “seandainya ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad maka ia adalah Al-Ghazali”, disisi lain ada yang menentang dengan mengkritiknya, dengan mengatakan ” Dosa besar, kemunduran umat Islam dalam bidang duniawi dan filsafat adalah atas tanggung jawab beliau, karena menganjurkan hidup sufi zuhud serta uzlah.”
Oleh karena itu Al-Ghazali dikecam dengan kata-kata yang tajam dan pedas dengan mengatakan “Ghazali musuh dan musuh ahli pikir dan pengibri berpikir yang berani, dari zaman Ghazali lah bertolak kemunduran Islam. Karena beliau anti ilmu pengetahuan umum seperti filsafat, kimia, ilmu alam, mate-matika, karena semua itu menurut Al-Ghazali menjerus kearah anti Tuhan atau Ateisme. Sikap Al-Ghazali yang menentang dan mengharamkan pengetahuan umum, menjadi dasar bagi pemikir untuk menuduh Al-Ghazali mendikotomi pendidikan (Umum dan Agama).
Tidak sampai disitu para sarjana muslim Indonesia, diantaranya Dr. Oemar Amin Hoesin, juga memvonis bahwa Al-Ghazali menjadi “Starting Point”, penggerak, bagi langkah pertama dari kemunduran kebudayaan Islam, karena kejayaan yang diperolehnya menyerang natural sciences. Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh para pemikir lain termasuk Dr. Oemar Amin Hoesin dibantah oleh symposium yang diadakan oleh BKSPTIS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta) di Jakarta, tanggal 26 Jannuari 1985, telah menjawab kecaman-kecaman dan kritikan–kritikan, yang dijawab oleh Harun Nasution dengan mengatakan “Sebab tidak berkembangnya pemikiran fitsafat dalam dunia Islam sesudah jatuhnya Bagdad pada pertengahan abad XIII, tidak lah bisa dikatakan/diletakkan pada serangan Al-Ghazali terhadap pemikiran para filosuf sebagaimana yang terkandung dalam Tahafut Falasifah. (Drs. Zainuddin dkk:1991:11-13)
Sementara Al-Ghazali sendiri dalam menanggapi tuduhan tuduhan tersebut menjawab dengan bukunya yang bejudul Ihya’ Ulumuddin dan Ayyu Al-Walad yang ditulis beliau setelah sembuh dari krisis kejiwaannya yang mana isi dari buku tersebut adalah dalam pemikiran pendidikannya mengedepankan “pembersihan jiwa dari noda-noda akhlak dan sifat tercela. Sebab ilmu merupakan bentuk ibadah hati, shalatnya nurani dan pendekatan jiwa menuju Allah SWT”. (Muhammad Jawwad Ridla :2002:119)
Berangkat dari penomena yang terjadi pada kalangan pemikir Islam tentang pendidikan Islam khususnya tentang konsep pendidikan Islam Al-Ghazali yang telah terjadi kontroversi yang telah penulis kemukan diatas. Maka penulis ingin meneliti lebih dalam seperti apa konsep Al-Ghazali tentang pendidikan Islam itu sendiri, dengan judul :
“PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI”
B. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah diatas maka penulis memberikan batasan masalah, adapun yang dibahas hanya :
1. Pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghazali
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Pendidikan Islam Al-Ghazali
C. Perumusan Masalah
Mengingat masalah diatas maka penulis memberikan rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana Pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghazali?
2. Apa fakto-faktor yang mempengaruhi pemikiran Pendidikan Islam AL- Ghazali?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Pendidikan Islam menurut pemikiran
Al- Ghazali
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang melatar belakangi pemikiran Pendidikan Islam Al- Ghazali
E. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan referensi bagi pihak sekolah dan pendidik lainnya dalam mengembangkan konsep pendidikan Islam
b. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi dunia akademis, praktis pendidikan, dan orang-orang yang bergelut dalam dunia pendidikan
c. Sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S-1) di Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau.
F. Telaah Pustaka
Dalam menjaga keorisinilan penelitian, maka penulis mengadakan kajian kepustakaan, agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalah pahaman dalam tulisan serta agar terhindar dari tuduhan penciplakan karya orang lain. Maka penulis akan menyebutkan judul Skripsi nama penulis yang penulis ambil dari jaringan internet yang telah menulis tentang pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghazali yaitu sebagai berikut :
1) Nama penulis skripsi : Mar’tus Sholihah, judul skripsi “Relevansi Pemikiran Islam Al-Zarkasyi dengan pemikiran Al-Ghozali”. Kesimpulannya adalah pemikiran Imam Al-Zarkasyi adalah memandang bahwa ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum harus mendapatkan perhatian yang seimbang. Sedangkan pemikiran Al-Ghazali adalah memandang bahwa ilmu pengetahuan yang pertama kali wajib di pelajari bagi setiap muslim (fardhu ‘ain) adalah ilmu tentang tugas-tugas akhirat yaitu ilmu tauhid, ilmu Al-Syariah dan ilmu Al-Sirri. Sedangkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan urusan keduniaan juga wajib di pelajari tetapi hanya fardhu kifayah.
2) Nama penulis skripsi : Anisah, judul skripsi “Studi Kritis Pemikiran Al-Ghazali tentang profesionalisme guru Agama”. Kesimpulannya profesionalisme guru agama menurut Imam Al-Ghazali adalah seorang guru harus mampu mengantarkan peserta didik kepada Allah SWT.
3) Nama penulis skripsi : Uswatun Hasanah, judul skripsi “Kajian Kritis Tentang Konsep Pendidikan Akhlaq Al-Ghazali”. Kesimpulannya adalah kontribusi Al-Ghazali tentang pendidikan akhlaq secara operasional dapat di aplikasikan dan bisa di jadikan rujukan berdasarkan atas tujuannya sangat jelas, metode yang diajarkan sangat realistis dan pragmatis dan konsepnya telah mencakup semua aspek manusia baik jasmani maupun rohani, demi terciptanya manusia yang sempurna.
4) Nama penulis Tesis : Drs.M .Yusuf Ahmad, judul Tesis “Kompetensi dan Peranan Guru Menurut Pandangan Al- Ghazali” Kesimpulan adalah guru harus mempunyai kompetensi sesuai dengan yang terdapat Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pada pasal 10 erat kaitannya dengan syarat yang harus dimiliki guru berkualitas seperti guru harus memiliki kompetensi : a) Kompetensi kepribadian; b) Kompetensi Profesional;. c) Kompetensi Pedagogik; dan ) Komptensi Sosial, (2007)
Sedangkan penelitian penulis adalah tentang konsep pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghazali secara keseluruhan yang dipandang dari segi komponen pendedidikannya yaitu (Tujuan Pendidikan Islam, Kurikulum Pendidikan Islam, Metode Pendidikan Islam, Peserta didik, Anak didik, dan Evaluasi Pendidikan Islam ). Dan dengan kajian pustaka diatas, penulis yakin bahwa pengambilan judul skripsi ini masih orisinil dan bukan menjiplak atau meniru dari skripsi orang lain.
G. Kerangka Teoritis
Islam adalah Agama yang diridhai Allah, yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW, yang dipilih sebagai rasul terahir. Ajaran Allah yang disebut Agama Islam terhimpun secara lengkap dan terhimpun dalam Al-Qur’an sebagai mana tertera dalam surat Ali Imran ayat 138 :
  ••    
Artinya :
“(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” .”(Q.S:3:138).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Dalam kehidupan manusia pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk generasi mendatang. Sebab dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab dan mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam arti sempit dibatasi pada pertemuan antara orang dewasa yang berperan sebagai pendidik ,dengan anak yang belum dewasa (Anak didik).Sedangkan Pendidikan dalam makna yang luas senantiasa menstimulir, menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan umat manusia. Selain itu, upaya pendidikan senantiasa menghantar, membimbing perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia. (Abd.Halim Soebahar :2002: 11-13)
Pendidikan Islam pada masa Rasul, terjadi pada periode awal dalam sejarah Islam. Pemikiran pendidikan pada masa ini tampak pada dua sumber utama yang tidak terdapat pemisahan tetapi mencakup keseluruhan, yang mana diambil dari sumber AL-Qur’an dan Hadits. Pendidikan pada masa Khulafau Rasyidin tidak lari dari pada konsep yang telah ditanamkan Rasul semasa beliau hidup, yakni berpegang teguh pada AL-Qur’an dan Hadits. Artinya tidak ada pemikiran baru pada masa Khulafau Rasyidin, kecuali hanya sedikit bercampur dengan filsafat yunani. Akan tetapi pengaruhnya hanya sedikit, hanya berkisar pada logika bukan pada filsafat dalam pengertian luas, seperti pada masa-masa sesudah Khulafau Rasyidin.
Sedangkan pada masa Umayyah, merupakan babak baru dalam perkembangan pemikiran pendidikan Islam, karena kesetabilan politik telah dirasakan oleh negri-negri Islam. Sehingga orang mulai mengarahkan perhatian pada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban-peradaban baru. Pemikiran Pendidikan pada masa ini tampak dalam bentuk-bentuk nasihat khalifah kepada pendidik anak-anaknya, seperti perkataan Abdul Malik Bin Marwan kepada pendidik anaknya “Hendaklah pendidik mendidik akal, hati, jasmani anak-anak.
Berbeda pada masa Abbasiyah, sebab keterbukaan pada kebudayaan dan peradaban asing terbuka seluas-lusanya. Dalam sejarah, pada masa ini adalah puncak “keemasan”, sebab ilmu akal sudah mulai masuk, pembinaan sekolah-sekolah dan timbulnya pemikiran pendidikan yang istimewa. Dan pada masa ini pula munculnya ketrlibatan ulama-ulama Islam yang menulis tentang pendidikan dan pengajaran secara meluas dan mendalam yang menunjukkan perhatian khusus dalam bidang pendidikan. (Susanto:2009:25-31)
Pendidikan Islam dalam pemahaman Hasan Langgulung mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah, tetapi juga ibadah serta akhlak. Lebih lanjut Hasan Langgulung menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual, dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai dan prinsip-prinsip serta keteladanan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersispkan kehidupan. Dengan demikian menurut beliau pendidikan Islam harus mencakup seluruh dimensi yang ada dalam diri manusia, yaitu pisik, akal, akhlak, iman, kejiwaan, estetika, dan sosial kemasyarakatan (Susanto :2009:128-129).
Dalam buku “Pradigma baru pendidikan Islam” dikatakan bahwa pendidikan Islam dan Indonesia dan umunya dinegara lain masih terdapat persoalan dari berbagai aspek yang lebih komplek yaitu berupa dikotomi pendidikan, kurikulum, manajemen dan lainnya. Padahal dalam pendidikan Islam tidak terdapat dikotomi baik dari segi manajemennya, kurikulumnya pun. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan Islam harus mengacu pada kerangka dasar filosifis Pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam (Hujair AH. Sanaky: 2003:11).
Dalam buku “Pradigma baru pendidikan Islam” dikatakan bahwa pendidikan Islam harus mengacu pada kerangka dasar filosifis Pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam (Hujair AH. Sanaky: 2003:11). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep pendidikan Isam dapat dilihat dari segi Faktor pendidikan Islam yang meliputi:
a. Tujuan
Tujuan pendidikan secara Universal adalah mewujudkan kedewasaan anak didik, baik secara jasmani maupun rohani. Kedwasaan rohani adalah kemampuan bertanggung jawab sendiri terhadap sikap, cara berfikir dan bertingkah laku, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain dan Allah SWT ( Hadari Nawawi:1993:120-121).
Sedangkan dalam buku “Pradigma baru pendidikan Islam” oleh Hujair AH. Sanaky tujuan pendidikan Islam adalah membentuk “Insan Kamil” yang berpungsi menjadi RahmatalLi’alamin. Dalam surat luqman ayat 13-16 Allah menjelaskan dengan jelas tentang Tujuan pendidikan Islam

               
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S:31:13).

     •            
Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S:13:14).


                   •             
Artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.S:13:15).

 •                    •    
Artinya: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
(Q.S:13:16).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Ahmad D Marimba mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang mempunyai kepribadian muslim sesuai dengan tujuan hidup seorang muslim yakni menghambakan diri kepada Allah. Sebagai mana firman Allah.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam surat AZ-Dzariat 56 Allah berfirman :
      
Artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S:51:56).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Selain dari itu tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia ‘abid (penyembah Allah yang hidupnya selalu dinamis dan secara evolutif bergerak menuju kesempurnaan Allah).
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201 Allah juga menjelaskan

 •            • 
Artinya :
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S:02:201).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Mehdi Nakosteen “Dalam buku Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat” disebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “menjadikan manusia yang cerdas secara ruhani dan jasmani” (dunia dan akhirat), sebagai mana sabda Nabi dalam hadits nya : “Yang terbaik diantara kamu bukan lah orang yang melalaikan dunianya untuk mengejar akhiratanya, atau melalaikan akhiratnya untuk mengejar dunia.Yang terbaik diantara kamu adalah yang berusaha untuk untuk mencari keduanya (Mehdi Nakosteen: 2003:55) .
Sejalan dengan tujuan pendidikan Islam diatas terdapat juga rumusan Internasional, ketika dilakukannya konfrensi pendidikan Islam di Islamabat tahun 1980, yaitu “Pendidikan harus merealisasikan cita-cita (Idealitas) Islam yang mencakup pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis yang berdasarkan psikologis dan psiologis maupun yang mengacu kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia muslim yang sempurna yang berjwa tawakkal secara total kepada Allah. (Abd.Halim Soebahar :2002:17-19)
Sedangkan menurut Hasan Langgulung tentang tujuan pendidikan Islam, menyebutkan bahwa dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam harus meliputi tiga hal yaitu :AL-Qur’an, Sunnah, dan Ijitihad.
Melihat dari tujuan pendidikan Islam diatas ditemukan juga dalam UU No 20 tahun 2003. Adapun tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang –undang SIKDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 adalah: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
b. Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan Nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Omar Muhammad At-Toumy Al-Syaibani menyebutkan dalam kurikulum pendidikan Islam harus memiliki lima perkara:
1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, teknik yang bercorak agama.
2. Meluas cakupannya dan kandungannya, yaitu kurikulum yang mencermin semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh.
3. Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan.
4. Bersikap menyeluruh dalam menata mata pelajaran yang diperlukan anak didik
5. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik. (Abuddin Nata :2005:179).
Hasan Langgulung memberikan pengertian bahwa Kurikulum adalah sejumlah pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosisl, keolahragaan dan kesenian yang disediakan sekolah, untuk menolong mereka berkembang dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan. Lebih lanjut beliau mengatakan dalam kurikulum tidak ada dikotomi, yakni penyatuan antara pelajaran umum dan agama (Susanto :2009:135-136).
Dalam buku Asas-asas Pendidikan Islam oleh Hasan Langgulung, lebih lanjut mengatakan bahwa Kurikulum pendidikan Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia Muslim, kenal Agama,dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat itu dan mendorong dan mengembangkan kehidupan disitu, melalui pekerjaan tertentu yang dikuasainya.( Hasan Langgulung:2003:114)
c. Pendidik
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting, sebab pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang–orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik, (Zuhairini dkk:2004:167)
Dalam bukunya Hadari Nawawi pendidik adalah orang yang mempunyai wibawa, memiliki sikap tulus dan ikhlas, keteladanan, dan mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan peserta didik. (Hadari Nawawi:1993:108-112).
Ibnu Sina mengatakan dalam buku Al-Siyasah seorang guru itu seharusnya adalah orang yang cerdas, agamis, bermoral, simpatik, karismatik, dan pandai membawa diri. (Muhammad Jawwad Ridla :2002:212).
d. Anak Didik
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Anak didik dalam pandangan Islam adalah lahir dalam keadan lemah dan suci/fitrah, sedangkan alam sekitarnya akan memberikan corak dan warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama pada anak didik. Sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30:
         ••             ••   
Artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S:30:30).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Ayat diatas menjelaskan bagi kita bahwa setiap anak itu dilahirkan suci/ fitrah, dan membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung pada para pendidiknya. Dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia dan pertumbuhannya (Zuhairini dkk:2004:170-171).
e. Metode
Metode adalah salah satu faktor penting dalam pendidikan, sebab dengan metode kita akan mudah mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapi tujuan yang diinginkan. Bila dikaitkan dengan pendidikan Islam maka metode adalah sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat pribadi yang Islami.
Adapun fungsi dari metode tersebut adalah sebagai cara atau jalan untuk membantu pelaksanaan operasional pembelajaran. Dalam mengajarkan/ menyampaikan pelajaran dapat menggunakan berbagai metode seperti teladan, kisah-kisah, nasihat, pembiasaan, hukuman dan ganjaran, ceramah, diskusi, dan lainya. (Abuddin Nata :2005:143-147)
Dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 5 yang berbunyi
     
Artinya :
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(Q.S:96:5) .”
.(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
f. Evaluasi
Dalam proses pendidikan Islam, tujuan adalah merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Tugas pendidikan Islam adalah membentuk generasi yang berkualitas, yang mempunyai pengetahuan, akhlah dan keimanan kepada Allah dan wawasan yang luas serta mempunyai kemandirian dan tanggung jawab, tidak akan bisa diketahui tanpa adanya proses evaluasi.
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologis dan spritualis religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga ilmu dan berketerampilan yang sanggup dan berbakti kepada tuhan dan masyaraktnya.
Sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besar meliputi empat kemampuan dasar manusia didik yaitu :
1. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dirinya dengan masysrakat
3. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dirinya dengan alam sekitar
4. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah dimuka bumi.
(Nur Uhbiyati:1997:143-144)
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 31-33 yang berbunyi:
                         •                             .


Artinya:
Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" .(Q.S:2:31-33)
.(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)

H. Metode Penelitian
Penelitian tentang Pendidikan Islam menurut Imam Al-Ghazali, merupakan penelitian yang semata-mata didasarkan pada penelitian kepustakaan (Lifrary research).
1. Sumber Data
a. Data primer adalah data-data yang diperoleh dari karya–karya tulis dari Imam Al-Ghazali tentang pendidikan Islam menurut pemikiran beliau.
b. Data Skunder diperoleh dari para tokoh pendidikan, yang berbicara tentang pendidikan, baik secara umum maupun khusus dari tokoh pendidikan barat maupun Islam yang menulis tentang pendidikan Islam menurut pemikiran Imam Al-Ghazali
2. Tehnik Pengumpulan Data
Langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data adalah dengan melakukan pengumpulan literatur melalui tulisan-tulisan Imam Al-Ghazali sendiri maupun tokoh pendidkan lainnya .
3. Tehnik Pengolahan data
Setelah data yang dibutuhkan telah terkumpul yaitu berupa buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan judul yang akan diteliti, maka diadakan pengolahan, dengan tujuan agar data yang telah terkumpul mudah disajikan dalam susunan yang baik dan rapi, untuk kemudian baru dianalisis.
Dalam pengolahan data ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Penyuntingan (Editing)
Semua data yang telah terkumpul diadakan pemeriksaan apakah terdapat kekeliruan atau data yang tidak lengkap, palsu.
Artinya dalam teknis ini penulis mengadakan pemeriksaan terhadap data-data yang sudah terkumpul yang kemudian kelompokkan mana data tersebut yang sesuai dengan penelitian penulis dengan tujuan agar mengetahui data tersebut asli atau tidak, sesuai dengan penelitian atau tidak .
2) Pengkodean (Coding)
Proses selanjutnya adalah memberikan tanda (Coding) dengan tujuan adalah untuk mengetahui mana data yang sama atau tidak.
Proses adalah dimana penulis memberikan kode atau tanda terhap data yang sudah terkumpul dan yang sudah di cek kesesuaiannya dengan judul penelitian
4. Tehnik Analisa Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya diadakan klasifikasi dari beberapa bagian masih terpencar dalam berbagai tulisan baik data skunder, maupun data primer maka dilakukan penalaran dan pemikiran, kemudian disajikan dengan metode deskriptif analitis yang kemudian, disusun menjadi sebuah kesatuan yang utuh sebagai konsep pendidikan Islam yang baik bagus lugas juga mudah dipahami dan dimengerti.












BAB II
MENGENAL KEHIDUPAN AL-GHAZALI
A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali lahir pada tahun 1059 M/450 H Ghazzala, Thusia sebuah kota di Khurasan, Persia. Dan beliau juga wafat di Thusia pada tahun 1111M/505 M. Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad AL-Gazzaly. Al-Ghazali terkenal sebagi sorang ahli fiqih (Hukum ), ahli kalam (Teologi ), pemikir yang original, ahli tasauf terkenal yang mendapat julukan “Hujjatul Islam (Pembela Islam).Selain dari itu Al-Ghazali lebih dikenal dengan sebutan (Panggilan) Al-Ghazali, sebab Al-Ghazali lahir di kota Ghazzala (Munawir Sjadzali:1993:70)
Ayahnya adalah tekenal orang yang sangat jujur, hidup dari usaha mandiri, bi ertenun kain bulu dan sering berkunjung pada rumah alim ulama, menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka. Ia sering berdo’a kepada Allah agar diberikan anak yang pandai dan berilmu .Akan tetapi belum menyaksikan jawaban Allah atas do’anya, beliau meninngal dunia pada saat putraidamannya dalam masih usia anak-anak.
(Drs. Zainuddin dkk:1991:7)
Abu Hamid mendapat pendidikan pertama kali yakni Thus, dibawah asuhan seorang pendidik dan ahli tasawuf, yakni sahabat karib ayahnya. Yang mana sebelum ayahnya meninggal duni sudah mewasiatkan /menyerahkan Abu Hamid padanya. Setelah mendapat amanah dari sang sahabat maka ,sang sufi pun membawa dan mengasuh sang imam ala kehidpan yang ia jalani dalam kesehariannya. Setelah harta peninggalan Abu Hamid,maka sang sahabat pun mengirim Abu Hamid kesalah satu madrasah yang ada ditempat tersebut.
Didalam madrasah, Al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqih kepada Amad bin Muhammad Ar-Razikani dan mempelajari ilmu tasawuf kepada Yusuf An-Nasaj, sampai pada usia 20 tahun.
Kemudian Al-Ghazali memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah ,yang akhinya ia bertemu dengan Imam Harmain, dan beliau mempelajari berbagai ilmu fiqih, mantiq, dan usul fiqih, selain itu juga mempelajari filsafat dari risalah-risalah Ihwanu Shofa karangan Al-Farabi, Ibnu Maska Waih. Sehingga dengan mempelajari ajaran –ajaran ahli filsafat itu, Al-Ghazali dapat menyelami dan paham-paham Aris toteles dan pemikir Yunani yang lain. Juga ajaran –ajaran Imam Syafi’i Harmalah, Jambab, Al-Muhasibi .(Ibid :8)
Dalam usia 28 tahun, Al-Ghazali telah menggemparkan kaum sarjana dan ulama dengan kecakapannya yang luar biasa .DiNaisabur ia telah menghidupkan paham Skeptisme yang dianut oleh para sarja Eropa pada masa berikutnya. Sejak kecil Al-Ghazali dikenal sebagai seorang anak yang pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita. Kemudian pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru besar di Universitas Nizhamiyah Bagdad. Empat tahun lamanya Al-Ghazali mengajar pada lembaga kenamaan itu ,ia pun mashur dengan sebutan maha guru, sehingga beliau terhitung salah seorang ilmuan yang sangat disegani, dan ahli hukum yang dikagumi, baik dilingkungan Nizhamiyah, maupun pemerintah Bagdad .
Setelah lebih kurang dua bulan lebih lamanya beliau mengalami krisis rohani beliau meninggalkan kota Bagdad menuju Damaskus, Suria dan disana beliau hidup menyendiri, berkhalwat di Mean atau salah satu sudut Masjid Umayah. Disana beliau menyusun karya besarnya, yakni Ihya Ulumuddin dan karya –karya lainnya. Sekitar dua tahun di Damaskus, kemudian beliau menuju Baitul Haram (Haram) untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 489 H dan tinggal disana beberapa hari. (Ibid:30)
Setelah sekitar sepuluh hingga dua belas tahun dalam perantaunya di Damaskus ,Baitul Haram, Syam, Hijz, Bitul Maqdisdan Mesir, pada tahun 499 H /1106 M, beliau kembali ke Bagdad. Setelah kembali ke Khurasan dan mengajar di Madrasah Nizhamiyah Naisabur, namun itu tidak ber tahan lama disebabkan wafatnya Fakhul Mulk pada tahun 500 H /1107 M, beliau memutuskan untuk kembali ketanah kelahirannya di Thus dengan mendirikan Madrasah didekat rumahnya untuk mengajarkan fiqih dan tasawuf, sehingga bertepatan pada hari senin tanggal 14 jumaidil akhir tahun 505 H / 19 Desember 1111 M beliau wafat dan dikebumikan di pekuburan Thabran.ALGhazali meninggal kan tiga orang anak perempuan dan satu orang laki-laki bernama Hamid.
(Drs. Zainuddin dkk:1991:10)
B. Perkembangan Spiritual Imam Al-Ghazali
Menurut Dr. Sulaiman Dunya dalam bukunya Al-Haqiqat Pandangan Hidup Imam Al-Ghazali, bahwa kehidupan Imam Al-Ghazali dibagi menjadi tiga masa, yaitu:

1. Masa sebelum ragu
2. Masa ragu
3. Masa mendapat petunjuk dan tenang
Adapun masa sebelum ragu adalah masa dimana akal sedang berkembang dan berproduksi. Sebab masa itu Imam Al-Ghazali masih sedang belajar dan masih belum mencapai tingkat kematangan berpikir.Dalam masa ini Imam Al-Ghazali tidak ada ragu sedikitpun terhadap timbangan hakikat. Sebab, beliau pada saat itu memiliki akal, panca indra, dan nash secara lahiriyah.Dan msa pertama ini beliau mengandalkan otaknya dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Adapun masa tahap yang kedua adalah masa keraguan . Imam Al-Ghazali memberi komentar, bahwa keraguan yang dating dalam keadaan usia beliau masih muda. bahwa keraguannya dating dalam keadaan usia beliau masih muda. Dimana masa tersebut adalah masa yang sangat panjang. Karena dimulai dari usaha beliau hingga menjalankan tasawuf, dan mendapat petunjuk.
Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Al-Munqidz mina Dholal, adalah masa beliau menyusun ilmu kalam, untuk mengkritik ahli falsafah dan kitab untuk mengkritik mazhab Syi’ah.Tidak sampai disitu Imam Al-Ghazali juga mengkritik untuk merobohkan falsafah. Akan tetapi, beliau memberikan peluang bagi suatu hal yang lain, yang akan didirikan diatas reruntuhan ini.
Yang cukup mengagumkan dari Imam Al-Ghazali adalah ketika beliau sedang mengalami keraguan dalam hakikat kebenaran, justru beliau melahirkan karya tulis yang positif tentang hakikat kebenaran dan memberikan pelajaran dengan cara yang positif. Keraguan Imam Al-Ghazali juga tertuju pada masalah ilahiyat; seperti tambahan sifat atau tidaknya.Masalah takdir apakah berlaku kepada seluruh makhluk yang ada dibumi ini .
Imam Al-Ghazali meski menderita keraguan, beliau masih menganggap akal adalah suatu hal yang sederhana yang bisa dibuat sebagai pegangan untuk mendapatkan ilmu yang sahih.Setelah berpindah dari satu aliran kepada aliran yang lain akhirnya menjatuh kan hatinya pada taswuf .
Dalam masa khalwat dan menyendiri Imam Al-Ghazali mendapatkan hakikat yang sejak dahulu beliau ingin mencapainya. Hingga akhirnya jiwanya mendapatkan sebuah ketenangan, dan kebingungannya telah lenyap.Sehingga beliau mengatakan bahwa jalan sufiyah adalah jalan yang paling tepat untuk menghilangkan kebingungan
(Sulaiman Dunya :2002:121 ).
C. Karya-karya Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang pemikir Islam yang genius yang tingkat intelektualnya sangat tinggi. Dengan dibuktikan dengan banyaknya karya-karya beliau dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, antara lain: bidang filsafat, ilmu kalam, fiqih, usul fiqih, tafsir, tasawuf, akhlak, dan otobiografinya.
Dalam muqaddimah kitab “Ihya ‘Ulumuddin” , Dr. Badawi mengatakan Thabana, menulis karya-karya beliu sebanyak 47 kitab yang disusun menurut kelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut:

1) Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam,yang meliputi :
1) Maqashid al Falasifah(Tujuan Para Filosof)
2) Tahaput al Falasifah(Kerancauan Para Filosof)
3) Al-Iqtishod fi al I’tiqad (Moderasi Dalam Aqidah)
4) Al-Munqid al-Dhalal (Pembebasan Dari Kesesatan)
5) Al-Maqashidul Asna fi Ma’ani AsmillahAl-Husna (Arti Nama-nama Tuhan Allah Yang Hasan)
6) Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah (Perbedaan antara Islam dan Zindiq)
7) Al-Qishasul Mustaqim (Jalan Untuk Mengatasi Perselisihan Pendapat)
8) Al-Mustadhiri (Penjelasan Penjelasan)
9) Hujjatul Haq (Argumen Yang Benar)
10) Mufsihul Khilaf fi Usuluddin (Memisahkan Perselisihan Dalam Usuluddin)
11) Al-Muntahal fi ‘Ilmil Jidal (Tata Cara Dalam Ilmu Diskusi)
12) Al-Madhnun bin ‘Ala Ghairi Ahlihi (Persangkaan Pada Bukan Ahlinya)
13) Mahkun Nadhlar (Metodologika )
14) Asraar ‘Ilmiddin (Rahasia Ilmu Agama)
15) Al-Arba’in fi Ushuluddin (40 Masalah Agama)
16) Iljamul Awwam ‘an ‘Ilmil Kalam (Menghalangi Orang Awwam Dari Ilmu Kalam)
17) Al-Qulul Jamil Fir Raddi ala man Ghayaral Injil (Kata Yang Baik Untuk Orang –orang Yang Mengubah Injil)
18) Mi’yarul’Ilmi (Timbangan Ilmu)
19) Al Intishar (Rahasia-rahasia Alam)
20) Isbatun Nadlar (Pemantan Logika)
2) Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, yang meliputi :
1) Al-Basith (Pembahasan Yang Mendalam)
2) Al-Wasith (Perantara)
3) Al-Wajiz (Surat Surat Wasiat)
4) Khulashatul Mukhtashar (Inti Ringkasan Karangan)
5) Al Mustasyifa (Pilihan)
6) Al-Mankhul (Adat Kebiasaan)
7) Syifakhul ‘Alil fi Qiyas Was Ta’lil (Penyembuh Yang Baik Dalam qiyas Dan Ta’lil)
8) Az-dzari’ah ila Makarimis Syaria’ah (Jalan Kepada Kemulian Syari’ah)
3) Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi :
1) Ihya ‘Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama)
2) Mizanul Amal (Timbangan Amal )
3) Kimiyaus Sa’adah (Kimia Kebahagian)
4) Miskatul Anwar (Relung –relung Cahaya )
5) Minhajul ‘Abidin(Pedoman Beribadah)
6) Ad-Dararul Fakhirah fi Kasyfi Ulumil Akhirah (Mutiara Penyingkap Ilmu Akhirat)
7) Al-‘Ainis fil Wahda (Lembut-lembut dalam Kesatuan)
8) Al-Qurbah Ilallahi Azza Wa Jalla (Mendekatkan Diri Kepada Allah)
9) Akhlah Al Abrar Wanajat mnal Asrar (Akhlak yang Luhur Menyelamatkan dari Keburukan)
10) Bidayatul Hidayah (Permulaan Mencapai Petunjuk)
11) Al-Mabadi wal Ghayyah (Permulaan dan Tujuan)
12) Talbis al-Iblis (Tipu daya Iblis)
13) Nasihat al-Mulk (Nasihat untuk Raja-raja)
14) Al-‘Ulum Al-Laduniyyah (Ilmu-ilmu Laduni)
15) Al-Risalah al-Qudsiyah (Risalah Suci)
16) Al-Ma’khadz (Tempat Pengambilan)
17) Al-Amali (Kemulian)
4) Kelompok Ilmu Tafsir yang meliputi :
1) Yaaquutut Ta’wil fi Tafsirit Tanzil (Metodologi Ta,wil di Dalam Tafsir Diturunkan):terdiri 40 jilid
2) Jawahir Al-Qur’an (Rahasia yang Terkandung Dalam Al-Qur’an)
Dari karya –karya Imam Ghazali diatas yang berkaitan dengan pendidikan diantaranya adalah terdapat pada Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf yaitu buku yang berjudul Ihya ‘Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama) yang terdapat pada Bab I( Hal-1-19)
Demikian lah karya –karya besar Imam Ghazali yang dapat menggemparkan dunia ,yang banyak dibuat orang dalam mengambil referensi dalam pembuatan karya –karya ilmiah diberbagai lembaga pendidikan yang ada di penjuru dunia.(Drs. Zainuddin dkk:1991:19-21)
BAB III
PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Imam Al-Ghazali Tentang Pendidikan Islam( Faktor-faktor Pendidikan )
Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam Al-Ghazali dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek tujuan pendidikan, kurikulum, metode, pendidik, peserta didik, evaluasi, berikut ini:
a. Tujuan
Tujuan pendidikan Al-Ghazali pada hakikatnya adalah “bagaimana seeorang itu bisa mendekatkan diri kepada Allah”, yakni sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat AZ-Dzariat 56 Allah berfirman :
      
Artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S:51:56).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan baru terealisasi dalam sebuah kegiatan, bila ia memahami secara benar filsafat yang mendasarinya.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201 Allah menjelaskan
 •            • 
Artinya :
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S:02:201).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)

Dalam Ihya Ulumuddin Al-Ghazali merumuskan tentang tujuan pendidikan ada tiga yaitu:
1) Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu saja.
Al-Ghazalimengatakan:
“Apabila engkau mengadakan penyelidikan /penalaran terhadap ilmupengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan padanya, oleh karena itu mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri” (Al-Ghazali, Juz I:13 )
Dari perkataan tersebut jelas bahwa Al-Ghazali mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap ilmu pengetahuan yang mengandung kelezatan intelektual dan spiritual yang akan menumbuhkan roh ilmiah, sehingga
Al-Ghazali, sangat menganjurkan kepada pencari ilmu agar menjadi orang yang cerdas, pandai berpikir, dapat menggunakan akal secara optimal agar dapat menguasai pengetahuan itu tersebut.
2) Tujuan utama pendidikan adalah pembentuk akhlak
Al-Ghazali mengatakan :
“Tujuan murid mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang, adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwanya”.
Pendapat Al-Ghazali tersebut juga didukung oleh Prof. Dr. M. Athiyah
Al Abrasyi:
“Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan islam (pendidikan yang dikembangkan oleh kaum muslimin) dan islam telah menimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan islam .Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.”
Dari peryataan diatas, dengan jelas menerangkan bahwa Al-Ghazali menghendaki keluhuran rohani, keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak dan kepribadian yang kuat, merupakan tujuan dari pendidikan bagi kalangan manusia muslim, karena akhlak adalah asfek fundamental dalam kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu Negara.
3) Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagian dunia dan akhiraat.
Al-Ghazali mengatakan :
“Dan sungguhnya engkau mengetahui bahwa hasil pengetahuan adalah mendekatkan diri kepada Tuhan pencipta alam, menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian malaikat, demikian itu diakhirat.Adapun didunia adalah kemuliaan, kebesaran, pengaruh pemerintahan, bagi pinpinan Negara dan penghormatan menurut kebiasaanya.”
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Al-Ghazali sangat memperthatikan kehidupan dunia dan akhirat sekaligus, sehingga tercipta kebahagian bersama didunia dan akhirat . Selain itu juga Al-Ghazali mengatakan, soerang muslim tidak boleh hanya memandang satu sisi saja dunia atau akhirat saja, tetapi haruslah memperhatikan keduanya . Jadi menurut Al-Ghazali ruang lingkup pendidikan yang diharapkan bagi masyarakat muslim pada khususnya, tidak sempit dan tidak terbatas bagi kehidupan dunia atau akhirat saja, akan tetapi harus mencakup kebahagian dunia dan akhirat.
Berangkat dari penjelasan tersebut Al-Ghazali merumuskan tujuan pendidikan Islam kepada tiga aspek yaitu:
a) Aspek keilmuan, yang mengantarkan agar senang berpikir, menggalakkan penelitian, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi manusia yang cerdas dan terampil.
b) Aspek kerohanian, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan teampil dan berkepribadian kuat.
Aspek ketuhanan, yang mengantarkan manusia beragama mendapat agar dapat mencapai kebahagian dunia dan akhirat. (Al-Ghazali, Juz I:14 )
Dari rumusan tujuan pendidikan diatas dapat diambil sebuah pemahaman bahwa tujuan pendidikan Islam menurut Al-Ghazali adalah :”Tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan generasi -generasi yang cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga terciptanya kebahagiaan bersama dunia akhirat”. Tujuan pendidikaan tersebut senada dengan tujuan pendidikan Indonesia yang terdapat dalam UU SIKDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 adalah: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Zainuddin dkk:1991 :43-49).
Hal yang senada juga terdapat dalam buku “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam” oleh Abuddin Nata yaitu tujuan akhir dari pendidikan menurut Al-Ghazali adalah :
• Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
• Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat .
b. Kurikulum
Berbicara tentang kurikulum dalam konsep pendidikan Al-Ghazali terkait dengan konsepnya mengenai ilmu pengetahuan . Al-Ghazali sangat intens dalam membahas tentang ilmu. Menurutnya, ilmu dan amal merupakan satu mata rantai ibarat setali mata uang yang dengannya manusia dapat selamat ataupun binasa. Dengan ilmu dan amal pula diciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. “Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu”. (QS Ath-Thalaq : 12).
        •    •      •       

Artinya :
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”(Q.S:30:30).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Dalam hal tersebut Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan kepada tiga bagian yaitu:
1. Ilmu –ilmu yang terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu –ilmu pengetahuan yang tidak ada manfaatnya, baik dunia maupun akhirat, seperti ilmu sihir, ilmu nujum, dan ilmu ramalan Dalam pandangannya Al-Ghazali menilai ilmu tersebut tercela karena ilmu-ilmu tersebut terkadang menimbulkan mudharat (kesusahan).
2. Ilmu- ilmu terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa seta ilmu yang menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada kepada Allah dan melakukan suatu yang diridhainya, serta dapat membekali hidunya di akhirat.
3. Ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dengan mempelajarinya secara mendalam dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrautan antara keyakinan dan keraguan, serta dapat membawa kekafiran, seperti ilmu filsafat.Namun mengenai illmu filsafat Al-Ghazali membagi menjadi ilmu matematika,ilmu logika, ilmu ilahiyat, ilmu fisika, ilmu politik dan ilmu etika(Abuddin Nata:2003:88-90 ).
Melihat dari klasipikasi ilmu yang diberikan Al-Ghazali, bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu agama dengan segala cabangnya. Sehingga dalam menyusun kurikulum pelajaran Al-Ghazali memberikan perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika.Tetapi juga tidak meninggalkan ilmu yang menanamkan keahlian, namun memberikan ketentuan sesuai dengan kebutuhan.

c. Metode
Mengingat pendidikan sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat antara dua pribadi, yaitu guru dan murid, Al-Ghazali dalam tulisan-tulisannya banyak mengulas tentang hubungan yang mengikat antara keduanya. Menurutnya hubungan antara guru dan murid sangat menentukan keberhasilan sebuah pendidikan selain akan memberikan rasa tenteram bagi murid terhadap gurunya.
Pekerjaan mengajar dalam pandangan Al-Ghazali adalah pekerjaan yang paling mulia sekaligus sebagai tugas yang paling agung. Seperti dikemukakannya : “Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya”. Adapun guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyepurnakan serta menyucikan hati, hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT (Abuddin Nata:2003:94 ).
Oleh karena itu, mengajarkan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama ia mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan kedua menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dikatakan khalifah Allah, karena Allah telah membukakan hati seorang ‘alim dengan ilmu, yang mana dengan itu pula seorang ‘alim menampilkan identitasnya. Kiranya tidak ada lagi martabat yang lebih tinggi selain sebagai perantara antara hamba dengan makhluk-Nya. Dalam mendekatkan diri kepada Allah, menggiringnya kepada surga tempat tinggal abadi.
Al-Ghazali menganjurkan agar seorang guru bertindak sebagai seorang ayah dari seorang muridnya. Bahkan dalam pandangannya hak guru atas muridnya lebih besar dibandingkan hak orang tua terhadap anaknya. Ayah adalah sebab dari lahirnya wujud yang fana, sedangkan guru merupakan sebab bagi lahirnya wujud yang abadi.
Karena guru menunjukkan jalan yang dapat mendekatkannya kepada Allah baik guru agama maupun guru umum. Kesucian hati seorang guru juga menjadi prioritas utama, karena seorang guru bagi murid ibarat bayangan kayu. Bayangan tidak mungkin lurus bila kayunya bengkok.
Prinsip metodologi pendidik modern selalu menunjukkan aspek berganda. Satu aspek menunjukkan proses anak belajar dan aspek menunjukkan guru mengajar dan mendidik. Tidak itu saja bahkan berbeda orangnya maka berbeda pula metode yang digunakan dan yang dimunculkannya (Abuddin Nata:2003:94 ).
Tidak terlepas dari itu sebagai tokoh pendidikan Islam, Al-Ghazali pun mempunyai metode tersendiri dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Perhatian Al-Ghazali tentang metode ini lebih ditujukan pada metode khusus bagi pelajaran agama untuk anak-anak.
Filosof besar ini menangatakan perlunya memilih metode yang tepat dan sejalan dengan sasaran pendidikan. Oleh karena itu, al-Ghazali membagi ilmu dalam beberapa himpunan, bagian-bagian, dan cabang-cabangnya. Berdasarkan hadis Nabi saw., “Sampaikan ilmu sesuai dengan kadar kemampuan akal”, Al-Ghazali menganjurkan agar filsafat atau ilmu lainnya diberikan sesuai dengan tabiatnya, sesuai dengan kemampuan dan kesiapan manusia. Tidak seperti “memberi daging kepada anak kecil
Adapun metode yang diguanakan oleh Al-Ghazali adalah metode keteladanan bagi mental anak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifata-sifat pada diri mereka. Maksudnya adalah memberikan contoh secara perbuatan. Hal tersebut sesuai dengan prinsif-prinsif guru yang baik.
Unuk melakukan hal tersebut Al-Ghazali memberikan asas-asas metode dalam mengajar dan mendidik yang sangat perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam mengajar, yaitu:
a) Memperhatikan daya pikir anak
Al-Ghazali mengatakan :”Seorang guru hendaklah dapat memperkirakan daya pemahaman muridnya dan jangan diberikan pelajaran yang belum sampai akal pikirannya, sehingga ia akan lari pelajaran atau tumpul otaknya” (zainuddin dkk:1991:78)

Maksudnya adalah seorang guru harus lah paham dan tahu mana murid yang cerdas dan lemah pemahamannya dan yang mudah menangkap pelajaran serta kemampuan murid dalam menerima pelajaran yang disampaikan juga mana pelajaran yang pas dan cocok untuk diajarkan sesuai dengan kondisi dan daya pikir anak tersebut
Hal tersebut perlu diperhatikan agar pelajaran yang disampaikan tersebut bisa dipamami anak tersebut, dicerna serta diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga membawa manfaat dalam dirinya.
b) Menerangkan pelajaran dengan sejelas-jelasnya
“Seorang anak yang masih rendah tingkat berpikirnya, hendaklah diberikan pelajaran dengan keterangan yang jelas dan pantas baginya. Dan janganlah disebutkan padanya bahwa dibalik keterangan ini masih ada keterangan atau pembahasan yang lebih mendalam yang tidak disampaikan padanya “
Maksudnya adalah sorang guru dalam memberikan penjelasan ketika menyampaikan pelajaran haruslah dengan penjelasan yang jelas dan terperinci tanpa ada yang disembunikan dari nya. Hal tersebut sangat diperlukan sebab setiap anak yang didik itu berbeda kecerdasannya dan pemahannya .Selain itu untuk menghindarkan kesalahan dalam mengamalkan pelajaran yang telah dipelajarinya.
c) Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yangkongkrit kepada yang abstrak
“Seorang guru jangan lah meninggalkan nasehat sedikitpun, yang demikian ituadalah melarangnya mempelajari ilmu pengetahuan pada tingkat sebelum berhak pada tinggkat itu, dan mempelajari ilmu pengetahuan yang tersembunyi (abstrak) sebelum menguasai ilmu yang kongkrit.
Maksudnya adalah dalam mengajarkan ilmu pengetahuan harus lah dimulai dari ilmu yang kongkrit baru menuju ilmu yang abstrak. Atau dimulai dari pelajaran yang mudah baru menuju pelajaran yang sulit, umum kepada yang khusus, global ke yang terperinci, dari yang dasar kepada yanga bercabang .
Hal tersebut dilakukan adalah untuk menghindarkan ketidak pahaman anak dalam memahami pelajaran yang dipelajarinya, dan menghindari mendangkal nya otak dan melemahkan pikirannya serta mengaburkan pemahamannya.
d) Mengajarkan ilmu dengan cara ber angsur-angsur
“Seorang guru yang mengajar satu pak pelajaran hendaklah memberikan kesempatan pada murid-muridnya utuk mempelajari pelajaran yang lainnya. Dan apabila guru mengajar beberapa ak pelajaran, maka hendaknya ia memelihara kemajuan muridnya dengan cara berangsur-angsur dan setingkat demi setinggkat.”
Maksudnya adalah seorang guru dalam mengajar harus memperhatikan kemampuan pemikiran dan kesediaan muridnya dalam menerima pelajaran serta dalam memerikan pelajaran tersebut dengan cara berangsur-angsur bukan sekaligus dengan memperhatikan hal tersebut.

e) Memberikan latihan-latihan
Akhir dari segala proses pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam mengajar adalah memberikan latihan kepada muridnya. Hal tersebut bertujuan adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan dan pemahaman pelajaran yang diampaikan. Latihan tersebut bisa berupa dengan pertanyaan dan pengamalan tulisan dan non tulisan
f) Melindungi anak dari pergaulan bebas(buruk).
Pokok dari pendidikan adalah menjaga dan melindungi anak daripergaulan-pergaulan yang buruk. Sehingga Al-Ghazali memberikan perhatian besar tentang pergaulan anak-anak sebab sangat mempunyai pengaruh yang sangat doniman perkembangan anak.
Oleh karena itu seorang guru harus bisa mengontrol pergaulan anak-anak didiknya agar terhindar dari pergaulan yang buruk.
g) Memberikan pengertian dan nasihat-nasihat
Nasehat perlu diberikan kepada siswa dengan tujuan agar mereka bisa berjalan sesua dengan tuntunan agama, dan menghindar kan dari kenakanlan dan maksiat. Selain itu adalah untuk memperteguh keyakinannya kepa Allah ta’ala dan apa yang dipelajarinya.
Dengan demikian metodelogi pengajaran dan pendidikan sangat diperlukan baik dewsa ini juga, agar pendidikan anak tersebut terarah dan membuahkan hasil yang diinginkan sesuai dengan tujuan pendidikan (zainuddin dkk:1991:80-82)

d. Pendidik
Berbicara tentang pendidik Al-Ghazali menggunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-Mu’allim (guru), al-Mudarris (pengajar),
al-Muaddib ( pendidik ) dan al-Walid (orang tua).
Pendidik adalah orang yang diberi tugas untuk memberikan pengetahuann kepada peserta didik agar menjadi orang berilmu pengetahuan dan ber akhlak mulia serta bertanggung jawab. Oleh karena itu Al-Ghazali memberikan ketentuan bahwa seorang pendidik itu adalah orang yang cerdas dan sempurna akalnya, juga yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya.
Selain dari itu seorang guru /pendidik haruslah memiliki sifat-sifat seperti :
1) Harus mempunyai sifat kasih sayang.
Sifat ini sangat penting bagi seorang pendidik sebab dengan sifat tersebut dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tentram pada diri murid terhadap gurunya. Hasilnya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajkarkan oleh seorang guru.
Selain dari itu seorang pendidik juga harus bisa menjadi pengganti orang tua anak didiknya, yakni mencintai anak didiknya seperti anaknya sendiri.Sehingga hubungan antara guru dengan anak didiknya, seperti hubungan naluriah antara orang tua dengan anaknya menjadi harmonis dan akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan dan dan pendidikannya, dan menjauhi perkataan yang kotor, perkataan yang kasar, muka masam, dan lain yang akan menggagu pemikirannya dalam belajar (Zainuddin dkk:1991 : 61).
2) Ikhlas
Menurut Al-Ghazali seorang guru atau pendidik adalah orang yang mempunyai keikhlasan yang tingi serta kesabaran. Sehingga seorang pendidik dalam memberikan pelajaran terhadap anak didiknya tidak boleh menuntut upah atas apa yang ia ajarkan terhadap anak didiknya.dan seogianya seorang pendidikan meniru Rasulullah SAW, mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar tersebut dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Demikian pula dengan seorang guru atau pendidik tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterimakasih kepada muridnya atau memberikan imbalan kepada muridnya apabila berhasil membina mentalnya (Abuddin Nata:2003:96 ).
3) Menjadi teladan bagi anak didik
Al-Ghazali mengatakan “Seorang guru mengamalkan ilmunya, dan menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang mempunyai mata kepala lebih banyak”.
Dari perkatan Al-Ghazali tersebut seorang pendidik tidak hanya pandai berbicara dihadapan anak didiknya tetapi harus bisa memberikan contoh pada anak didiknya.

4) Menjadi pengarah bagi anak didik
Selain dari contoh teladan bagi anak didik sorang pendidik harus bisa menjadi pengarah bagi anak didiknya. Dan seorang pendidik tidak boleh membiarkan anak didiknya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi, sebelum ia menguasai pelajaran yang sebelumnya. Serta tidak boleh membiarkan muridnya lalai kepada Allah .
5) Bersikap lemah lembut
Dalam kegiatan mengajar hendaknya seorang guru bersikap lemah lembut dan mempunyai cara –cara yang simpatik dan halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian dan makian. Selain itu seorang guru juga tidak boleh mengekspos atau menyebarluaskan kesalahan atau aib seorang murid pada tempat umum, karena itu dapat menyebabkan jiwa anak akan keras, membangkan dan menentang gurunya. Dan akan mengakibatkan proses pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik.
6) Dapat memahami kondisi anak didik (potensi)
Setiap murid pasti mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda, begitu juga dengan kemampuan yang dimilikinya antara murid yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu seorang guru haruslah bisa memahami perbedaan tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Sehingga Al-Ghazali menganjurkan memberikan batasan pelajaran yang diberikan sesuai dengan batas kemampuan dan pemahaman muridnya. Dan tidak memberikan pelajaran diluar kemampuan dan pemahamannya.
7) Memahami Psikologis Anak
Perbedaan usia akan mepengaruhi tingkat kemampuan, kecerdasan dan bakat seorang murid. Oleh karena itu seorang guru haruslah bisa memahami kecerdasan, bakat, tabi’at serta kejiwaan muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Sehingga memudahkan bagi guru dalam memberikan pelajaran yang sesuai pada muridnya
8) Istikomah konsiten dengan apa yang diucapkan
Seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh pada apa yang di ucapkanya, serta berupaya merealisasikannya dalam kehidupannya. Sehingga Al-Ghazali mengingatkan seorang guru jangan sekali-kali melakukan sesuatu perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Sebab bila seorang guru melakukan hal tersebut akan menghilangkan wibawanya sebagai seorang guru
(Abuddin Nata:2003:97-98).
9) Menghormati kode etik guru
Al-Ghazali mengatakan :“Seorang guru yang memegang satu mata pelajaran sebaiknya jangan menjelek-jelekkan mata pelajaran lainnya dihadapan murid-muridnya.”
Maksud ucapan Al-Ghazali adalah sorang guru tidak boleh mengejek mata pelajaran yang guru lain ajarkan dalam satu majelis tersebut walaupun guru tesebut tidak senang dengan mata pelajaran tersebut
(Zainuddin dkk:1991 : 62).

10) Tidak boleh menuntut upah
Karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa (Zainuddin dkk:1991 : 54-55).



e. Peserta didik
Berbicara tentang Anak didik Al-Ghazali menggunakan istilah anak dengan beberapa kata seperti dengan kata al-shoby (Kanak-kanak),
al-Mutaallim (Pelajar), dan Thalabul Ilmi(Penuntut Ilmu Pengetahuan).Oleh karena itu istilah anak didik dapat diartikan ; anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek utama dalam pendidikan (Zainuddin dkk:1991 : 64)
Selain dari itu Peserta didik juga dapat diartikan adalah orang yang menjalani pendidikan dan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu kesempurnaan insani dengan mendekatkan diri pada Allah dan kebahagian didunia dan diakhirat maka jalan untuk mencapainya diperlukan belajar dan belajar itu juga termasuk ibadah, juga suatu keharusan bagi peserta didik untuk menjahui sifat-sifat dan hal-hal yang tercela, jadi peserta didik yang baik adalah peserta didik yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Peserta didik harus bersikap rendah hati dan tidak takabbur dan menjahui sifat-sifat yang hina (bersih jiwanya )
Al-Ghazali mengatakan kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan hati. Sebab bila hati tidak bersih maka ilmu yang sedang dipelajari tidak akan bisa masuk dan bermanfaat bagi simurid.
2) Peserta didik harus menjauhkan dari persoalan –persoalan duniawi .
Al-Ghazali mengatakan soerang murid yang sedang belajar haruslah mengurangi ketertarikannya terhadap dunia dan masalah-masalah yang mengganggu proses belajar. Hal tersebut sesuai dengan ucapan Al-Ghazali “Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya kepadamu sebelum kamu memberikan seluruh dirimu kepadanya”
3). Peserta didik hendaknya bersikap rendah hati (tidak sombong).
Sifat rendah hati atau tawadhu’ adalah sifat yang sangat ditekan oleh
Al-Ghazali kepada seorang murid yang sedang mencari ilmu. Al-Ghazali juga menekankan kepada seorang murid yang sedang belajar agar tidak boleh bersikap lebih dari gurunya ,sehingga tidak mau menyerah kan segala persoalan ilmu pada gurunya dan tidak mau mendengarkan nasehat gurunya.
Pada hal murid yang baik adalah murit yang menyerahkan permasalahn ilmu kepada gurunya dan mendengarkan nasehat gurunya, laksana seorang pasien yang mendengarkan arahan dokternya.
4) Peserta didik hendaknya jangan mempelajari ilmu-ilmu yang saling berlawanan, atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan .
Dimaksud ilmu yang saling bertentangan adalah sorang murid yang baru tahab belajar hendaknya jangan mempelajari aliran –aliran yang berbeda, atau ikut dalam berbagai perdebatan yang membingingkan. Karna hal tersebut akan membingungkan pemahaman anak didik terhadap ilmu yang sedang dipelajarinya.
5) Peserta didik tidak hanya mempelajari yang wajib
Seorang pelajar harus mendahulukan mempelajari ilmu pengetahuan yang wajid dari pada yang lain. Seperti mepelajari alqur’an misalnya lebih uatama dari pada yang lain, sebab ia menyang kut dengan ibadah yang lain seperti sholat.
6) Peserta didik hendaknya mempelajari ilmu pengetahuan secara bertahap
Seorang murid menurut Al-Ghazali dalam mempelajari ilmu pengetahuan adalah dengan cara bertahap. Yakni tidak mempelajari satu ilmu pengtahuan secara sekaligus tetapi harus mempelajari ilmu tersebut secara bertahap sesuai dengan urutan, serta memulai mempelajari ilmu-ilmu agama terlebih dahulu baru pada mempelajari ilmu yang lain karna itulah yang lebih utama. Dan jangan sekali- kali mempelajari satu ilmu dari yang besar ke yang kecil, yang khusus ke yang umum sunah ke wajib dan susah ke yang mudah tapi malah harus sebaliknya (Al-Ghazali:2007:12-14).
7) Peserta didik hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum menguasai nya
Maksudnya adalah seorang murid yang sedang belajar sebelum memahami ilmu yang satu jangan berpindah kepada mempelajari ilmu yang lain. Atau sebelum waktunya mempelajari ilmu pengetahuan tersebut tidak mempelajarinya artinya anak kelas satu jangan sekali- kali mempelajari pelajaran kelas empat dan seterusnya.
8) Peserta didik hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yangdipelajarinya
Menurut Al-Ghazali setiap ilmu itu memiliki kelebihan masing-masing serta hasil-hasilnya yang mungkin dicapai hendaknya dipelajari dengan baik. (Abuddin Nata:2003:99-101)
f. Evaluasi
Adapun tentang masalah evaluasi Al-Ghazali mengatakan, bahwa evaluasi dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana anak dapat memahami dan mengamalkan apa yang ia pelajari. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan Allah tehadap makhluk ciptaannya, yakni memberika evaluasi berupa ujian dan cobaan, dengan tujuan untuk mengetahuai apakah hamba tersebut benar benar beriman kepada Allah dalam setiap keadaan. Sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-Naml ayat 27 yang berbunyi:
        
Artinya :
Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta”.(Q.S:27:27).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Al-Ghazali lebih lanjut beliau mengatakan bila evaluasi harus dilasanakan, sesuai dengan pelajaran yang telah disampaikan oleh sang guru, baik dengan cara lisan atau pun tulisan. Sebagai mana yang Allah lakukan pada nabi Adam yang mengajarkan nama-nama benda, yang kemudian Allah evaluasiyang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 31-32 yang berbunyi:

          
             
•    
Artinya:
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"”
“Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S:2:31-32)
(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI).
Dalam hal ini Al-Ghazali memahami tentang evaluasi adalah bagai mana sikap seorang hamba terhadap apa yang Allah berikan kepadanya termasuk ujian dan cobaan, terhadap apa yang telah ia pelajari dari ayat-ayat Allah apakah ia paham atau tidak, sabar atau tidak.
Selain dari itu dalam mengevaluasi yang paling utama adalah mengevaluasi sipritualnya bukan hanya kemampuan akalnya saja. Dengan tujuan agar terdapat keseimbangan antara teori dan prakteknya, yang akhirnya tercapai tujuan pendidikan yang diinginkan sesuai dengan yang Allah inginkan dan bang sa Indonesia yakni cerdas secara IQ tapi juga cerdas secara Emosional Spritualnya (H. Ahmad Syar’i:2005:88-89)









BAB IV
ANALISA

A. Ciri Khas Konsep Pendidikan Islam Al-Ghazali
Al-Ghazali, sebagaimana para pemikir Islam lainya, dan tidak seperti pemikir barat, Al-Ghazali mempunyai kekhasan dalam pemikiran pendidikannya, yaitu pemikiran yang yang menyandarkan segalanya kepada konsepAl-Qur’an dan Hadits, baik secara tujuan, kurikulum, metode tinjauannya terhadap pendidik, anak didik, dan evaluasi, sesuai dengan apa yang diungkapkan pada bab III .
Namun bila kita teliti lebih jauh tentang pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan khususnya dipandang dari segi Faktor-faktor pendidikan, pemikiran atau konsep pendidikan Islam Al-Ghazali, lebih menekankan pada pentingnya kebersihan hati dalam mencari ilmu pengetahuan (belajar mengajar). Artinya adalah beliau mengatakan seorang pendidik dan orang yang sedang mencari ilmu pengetahuan, bila tidak membersihkan hatinya terlebih dahulu maka mustahil ilmu pengetahuan tersebutakan dapat dikuasai artinya tidak ada hasilnya bagi sipendidik dan peserta didik. Sebab ilmu itu adalah nur (Cahaya), dan tidak akan masuk kepada hati orang yang kotor, hal tersebut sesuai dengan tujun pendidikan yang beliau kemukakan yakni bahagia dunia dan akhirat.
(Abuddin Nata :2003:99).
Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan dalam konsepnya, selain dalam membersihkan hati seorang pengajar dan pencari ilmu pengetahuan harus mempunyai niat yang ikhlas karena Allah, dan mempunyai tujuan yang jelas yakni mendekatkan diri kepada Allah. Semua itu terlihat pada apa yang telah dikemukakan Al-Ghazali pada konsepnya tentang: tujuan pendidikan, metode, peserta didik, pendidik, nevaluasi.
Dalam konsep pendidikannya Al-Ghazali menganjurkan kepada peserta didik yang sedang belajar ilmu pengetahuan jangan lah membatasi dirinya dengan satu disiplin imu saja tetapi, peserta didik haruslah mempunyai sipat yang rakus terhadap berbagai disiplin ilmu. Namun yang perlu diperhatikan menurut beliau adalah dalam mempelajari setiap bidang imu pengetahuan janganlah berpindah dari satu tingkatan ketingkatan yang lain, atau dari satu ilmu keilmu yang lain sebelum menguasai bidang ilmu tersebut, serta jangan sekalikali mempelajari satu disiplin ilmu yang belum seharunya ia pelajariartinya yang belum tingkatannya, karna bila itu terjadi sama halnya memberi pisau pada anak kecil. Dalam melaksanakan proses pembelajaran seorang pendidik menurut Al-Ghazali haruslah bisa memilah –milah mana pelajaran yang bermanfaat untuk anak didik mana yang tidak, serta mana yang dapat membawa anak didik kerah yang baik yakni mengenal tuhannya dengan benar dan mana yang mengarah kan anak didik jauh dari Allah.
Dengan demikian Al-Ghazali mengatakan kurikulum yang harus diterapkan dalam proses pembelajaran adalah kurikulum harus lebih memperhatikan pada ilmu-ilmu agama dan etika. Selain itu Al-Ghazali menekankan penerapan nilai-nilai budaya dan tidak menekankan ilmu yang berbau seni atau keindahan
Walaupun demikian Al-Ghazali tidak melarang pada seseorang untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum, namun Al-Ghazali tidak mewajibkan nya untuk dipelajari, karna ilmu tersebut hanya bersipat pardhu kipayah. (Zainuddin dkk:1991 : 35)
Menurut Al-Ghazali seorang pendidik dan peserta didik dalam mengajarkan dan mempelajari ilmu pengetahuan, harus lah mempunyai tujuan yang jelas yakni mengantarkan seorang peserta dididik menjadi orang mengenal Allah dengan baik dan benar serta mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Dan peserta didik pun haruslah berusaha memahami dan mengamalkan apa yang telah disampaikan oleh sang guru tersebut.
Oleh karena itu Pendidik yang baik menurut Al-Ghazali adalah pendidik yang memberikan pelajaran kepada anak didiknya ilmu yang menghantarkan anak didik tersebut mencapai kebahagian dunia dan akhirat, serta memberikan ilmu pengetahuan seuai dengan tingkatan dan kemampuan anak didik tersebut, baik dari segi usia dan kempuannya dalam memahami pelajaran yang ia pelajari.
Begitu juga sebaliknya peserta didik yang baik adalah pesereta didik yang mempelajari ilmu pengetahuan, mempunyai sipat kesabaran yang tinggi, keikhlasan, tamak dan kepatuhan yang tingi pula, sebab menurut beliau seorang peserta didik yang tidak mempunyai rasa sabar, patuh, ikhlas dan tamak yang tinggi, maka mustahil ia akan mendapatkan dan memahami ilmu yang sedang ia pelajari, serta tidak akan medapat keberkahan dari Allah serta dapat menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Namun dalam konsepnya tentang guru atau pendidik Al-Ghazali mengemukakan bahwa seorang guru tidak boleh meminta upah, melainkan menerima apa yang diberikan orang dengan ikhlas tanpa mengharapkan apapun kecuali keridhoaan Allah . Konsep tersebut untuk jaman sekarang ini tidak lagi relepan untuk diterapkan sebab seorang guru sekarang sudah diberikan upah atau diukur sesuai dengan kompetensi yang ia miliki. Artinya semakin berkompeten dan propesianal seseorang tersebut semakin besar ia dapatkan baik secara material atau pun non material(Ibid :1991 : 54-55).

Adapun metode yang dianjurkan Al-Ghazali adalah metode keteladanan, latihan ,nasehat, mengajarkan ilmu secara bertahap dan memperhatikan kondisi anak. Sedangkan masalah evaluasi Al-Ghazali mengatakan dalam konsepnya bahwa evaluasi dalam pendidikan Islam bukan lah hanya untuk menguji koknitip dan afektif, saja seperti yang banyak dilakukan oleh lembga pendidikan yang sedang berkembang diberbagai dunia baik Indonesia tetapi juga dibidang psikomotorik. Lebih jauh lagi beliau mengatakan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengetahuai pemahaman anak terhadap pelajarany yang disampaikan oleh pendidik, serta untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan yakni menjadi peserta didik yang cerdas inteligensinya juga spiritual nya (Imam Al-Ghazali:2007:11-12)
Melihat dari konsep pendidikan Islam yang di kemuka kan Al-Ghazali, yang ditinjau dari faktor-faktor pendidikan, bila merujuk kepada era sekarang ada beberahal yang masih relepan untuk di terapkan dan ada juga yang tidak seperti konsepnya pendidikannya tentang tujuan yakni harus mampu menciptakan manusia yang cerdas secara jasmani dan rohani, serta dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, metode, kurikulum, pendidik, pendidik.
Dengan melihat konsep pendidikan yang di kemukakan Al-Ghazali pada bab III diatas membuktikan dengan jelas bahwa Al-Ghazali, bukan lah orang yang mendikotomikan ilmu pengetahuan melainkan dalam konsep tersebut Al-Ghazali mencoba menerapkan konsep pendidikan yang dibuat oleh Rasulullah semasa hidupnya. Sebab Rasul mendidik para sahabat ketika itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Pemikiran Al-Ghazali
Dengaan menyandang berbagai julukan seperti teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir orisinil, ahli taswuf, tokoh pendidik, dan politikus serta “Hujjatul Islam”. Hal itu tidak mudah Al-Ghazali dapatkan, tetapi Al-Ghazali mengalami proses perjuangan yang panjang dan luar biasa, membutuhkan waktu yang cukup lama.
Bila dikaji lebih jauh lagi sangat menarik untuk di ikuti, tentang perjalanan hidup Imam Al-Ghazali dalam mencari ilmu pengatahuan. Masuk pada satu aliran dan berpindah dari satu aliran kealiran yang lain adalah satu hal yang biasa ia lakukan. Bahkan berpindah dari satu tempat ketempat lain, dengan satu tujuan yakni mendapatkan haqiqat kebenaran yang haqiqi. Sehingga tak heran bila Imam Al-Ghazali dikenal oleh umat manusia dipenjuru dunia dan mendapat gelar dari masarakat luas. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagai mana corak pemikiran Imam Al-Ghazali serta apa yang mempengaruhi Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali, penulis mencoba dan berusaha, memahaminya dan memaparkannya yakni sebagai berikut:
1. Faktor Pendidikan
Melalui pendidikan yang didapatkanya diberbagai lembaga pendidikan, terutama di Universitas Nizhamiyah, serta pengembarannya dari satu daerah kedaerah lain, juga dari satu aliran kepada aliran yang lain membuat perkembangan pemikiran Al-Ghazali mulai berkembang serta pengkajiannya tentang ilmu pengetahuan seperti fiqih, tafsir, kalam dan lain sebagainya, terus dilakukannya seperti dialog-dialog intelektual dengan nuansa perdebatan menandakan upaya pencaraian kebenaran melalui argumentasi ilmiah.
Namun sangat disayangkan, dialog-dialog intelektual itu mengarah pada upaya mempertahankan doktrin aliran masing-masing. Aliran yang sangat populer ketika itu adalah aliran kalam, aliran filsafat, aliran tasawuf dan aliran batiniah. Hingga pada akhirnya Al-Ghazali menjatuhkan pilihan kepada aliran kalam dengan latar belakang untuk mempertahankan akidah Ahli As-Sunnah dan melindungi dari Ahli Al-Bid’ah ketika itu ia memandang akidah sunnah sedang dilanda krisis akibat serangan kaum Ahli Bid’ah.
Setelah mendalami ilmu kalam, Al-Ghazali melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan ilmu kalam lebih besar dibanding manfaatnya, serta tidak mampu mencapai ilmu yang benaran dan tidak bisa mengenal Allah Ta’ala secara hakiki. Dengan alasan tersebut maka Al-Ghazali pun beralih dari aliran kalam ke aliran filsafat.
Sehingga ia bangkit mempelajari tentang hakikat fitrah manusia dalam beragama dan aliran paham filsafat dan lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan “ilmu yaqin”, kemudian setelah dicapainya timbul lagi keraguannya. Pada aliran filsafat Al-Ghazali juga tidak menemukan sebuah kebenaran yang ia cari namun yang terjadi adalah Al-Ghazali malah menentang para filosof pada masanya dan mengecam mereka. Alasanya adalah menurut Al-Ghazali dalam aliran filsafat (para filosof) membahayakan akidah, melihat keadan tersebut beliau menulis buku yang berjudul Maqashid Al-Falasifah.
Walupun Al-Ghazali membenci dan mengkritik para filosof bukan berarti ia menolak semua faham-faham filsafat secara keseluruhan. Ketika melihat filsafat tidak mampu mengungkapkan ilmu metafisika, ditambah dengan kerancuan dalil-dalil yang mereka gunakan, maka Al-Ghazali meninggalkan filsafat setelah mengkritiknya melalui Tahafut Al-Falasifah, kemudian mendalami aliran batiniah.
Berlawanan dengan para filosof yang menggunakan rasiao sebebas-bebasnya maka kaum batiniah tidak mengakui peranan rasio. Mereka hanya mengakui dan menerima realitas-realitas dari imam yang ma’shum, yang menurut mereka selalu ada pada setiap masa. Mereka mengatakan satu-satunya cara yang benar untuk memahami ilmu adalah dengan metode pengajaran dari imam yang ma’shum. Alasan itulah yang membuat Al-Ghazali mudah menerima aliran batiniah dan sesuai dalam pemahamanya.
Namun pada akhirnya Al-Ghazali kembali mengkritik aliran batiniah sama halnya yang ia lakukan pada aliran kalam dan filsafat, dengan mengemukakan alasan bahwa liran batiniah yang tidak mengakui Al-Qur’an dan menyimpan tujuan politisi.
Akibat dari kritikan tersebut Al-Ghazali mengalami krisis pemikiran dan terjadi peperangan dalam pemikirannya serta hatinya dalam waktu yang cuklup lama. Hingga akhirnya ia menemukan tempat yang pas dan menjatuhkan pilihanya pada aliran tasawuf hingga ia dikenal dengan orang yang ahli dibidang tasawuf dan melahirkan karya terbesarnya yaitu Ihya ‘Ulum Ad Din ( M. Solihin: 2001:23-26).

2. Faktor Intelektual
Hal ini dibuktikan dengan banykanya kitab dan karangannya yang meliputi berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan, antara lain filsafat, ilmu kalam, fiqih, ushul fiqih, taswuf, akhlak, dan otobiokrafinya.
Baik dari kalangan ilmuan Islam maupun barat mengakui akan tingginya intelektual beliau. Seperti Syekh Musthafa Al-Maraghi telah mengakuinya dengan mengatakan:”Al-Ghazaliadalah ahli didalam berbagai ilmu pengetahuan, yaitu ahli ilmu ushul yang mahir, ahli fiqih yang berfikir merdeka, ahli teolog yang menjadi imam ahli sunnah, ahli sosiologi yang luas pengertiannya tentang masyarakat, ahli psikologi yang luas pandangannya tentang rahasia jiwa manusia, ahli filsafat yang berani membongkar segala kesesatan filsafat, ahli pendidik yang ulung, dan seorang sufi yang sangat zuhud, anda berhak menamakannya laki- laki yang haus ilmu pengetahuan, yang dahaga mencari kebenaran pada setiap cabang ilmu pengetahuan”(Zainuddin dkk:1991:14)
Oleh karena pantaslah Al-Ghazali mendapat seperti teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir orisinil, ahli taswuf, tokoh pendidik, dan politikus serta “Hujjatul Islam”.
3. Faktor Politik
Imam Al-Ghazali hidup pada zaman raja-raja Daulah Saljuk Raya (Turki) yang berkuasa di Khurasan, Ray, Jibal, Irak, Persia, dan Ahwas. Pendiri Saljuk Raya adalah Rukununddin Abu Thalib Thugrul Bek. Al-Ghazali lahir pada akhir pemerintahan raja Thugrul yang saat itu berkuasa di Bagdad. Beliau hidup pada masa pemerintahan Adududdin Abu Syuja’Alp Arsalan, Jalaluddin Abul Fatah Malik Syah (II) dan Muhammad bin Malik Syah. Daulah Saljuk Raya berkuasa tahun 425 H / 1038 M – 590 H / 1193 M. Dengan Raja Sulthan terahir bernama Tagril Ibnu Arselan Ibn Toghril, yang mati terbunuh ditangan Khawarizmsyah, Raja Daulah Khawarizmi bekerja sama dengan Khalifah Al-Nashir Li Dinillah (AL-Ghazali:1994:20)
Pada masa raja –raja Saljuk berkuasa di Persia, Irak, dan lain-lain, ternyata Bani Fathimiyah berkuasa di Maroko dan mesir mereka menginkan untuk menguasai negri-negri Timur dengan melalui propaganda yang banyak mengandung tahyul dan kesesatan ,sehingga dikalangan ummat Islam terjadi kebekuan pemikiran, apalagi pada saat yang sama muncul tentara –tentara Salib dari Barat dengan dalih untuk membebaskan orang –orang Kristen di Timur yang diganggu umat Islam. Imam Al-Ghazali hidup pada zaman raja-raja Daulah Saljuk Raya (Turki) yang berkuasa di Khurasan, Ray, Jibal, Irak, Persia, dan Ahwas. Pendiri Saljuk Raya adalah Rukununddin Abu Thalib Thugrul Bek.Al-Ghazali lahir pada akhir pemerintahan raja Thugrul yang saat itu berkuasa di Bagdad. Beliau hidup pada masa pemerintahan Adududdin Abu Syuja’Alp Arsalan, Jalaluddin Abul Fatah Malik Syah (II) dan Muhammad bin Malik Syah. Daulah Saljuk Raya berkuasa tahun 425 H / 1038 M – 590 H / 1193 M. Dengan Raja Sulthan terahir bernama Tagril Ibnu Arselan Ibn Toghril, yang mati terbunuh ditangan Khawarizmsyah, Raja Daulah Khawarizmi bekerja sama dengan Khalifah Al-Nashir Li Dinillah
(AL-Ghazali,:1994:20)
Peristiwa tersebut muncullah mobilisasi orang-orang Eropah untuk membela orang-orang keristen di Timur dan mengeluarkan kaum muslimin dari Baitul Maqdis Akhirnya Baitul Maqdis berhasil dikuasai ,sedangkan jumlah kaum muslimin yang gugur pada waktu itu sekitar 70.000.orang . Akibat kekuasaan Bani Fathimiyah dan fatwa-fatwa peminpin keagamaan mereka yang membenarkan kultus individu serta pandangan pandangannya yang menyimpang dari keIslaman yang tersebar luas dikalangan kaum muslimin, maka telah melemahkan fikiran mereka sehingga tidak berhasil menangkal serangan tentara-tentara Salib.
Selain masalah perang salib yang dihadapi kaum muslimin, pada masa Imam
Al-Ghazali hidup, banyak sekali diantar peminpin Negara dan ulama-ulama penjilat yang mengelabui masyarakat untuk mendapatkan keuntungan –keuntungan duniawi. Bahkan pada masa tersebut banyak ulama –ulama yang mengadu kekuatan dengan berdebat ilmu pengetahuan dan agamanya, tetapi dibalik itu semua mereka ingin dipuji dan sanjungan dari masyarakat. Sehingga tepat sekali Al-Ghazali menggambarkan masyarakat pada masa itu sebagai orang-orang taqwa yang palsu, bahkan orang sufi yang palsu, yang akan menipu manusia dengan taqwanya. (Hussein Bahreisj:1981:18)
Keadaan tersebut bertambah karena, pada masa itu ummat Islam terpecah-pecah dalam berbagai mazhab dan golongan dengan pandangannya yang saling bertentangan akibat dari masuknya pengaruh anasir kebudayaan Yunani dan lainya. Selain itu para ulama tasawuf juga mengembangkan teori- teori baru dalam dalam mencapai tingkatan makrifat.
Walaupun kebanyakan para ulama tasawuf pada saat itu mengajak kepada kehidupan taswuf secara murni, maka timbullah kekacauan hidup kerohanian ditengah-tengah perpecahan umat islam. Bahkan banyak dikalang ulama-ulama yang mengaku –ngaku dirinya sebagai Imam yang ma’sum yang memiliki Ilmu Pengetahuan yang khusus, kemudian timbul pula suara-suara yang meragukan kebenaran yang haq yang cenderung membawa pada kesesatan dan kerusakan .Akhirnya dikalangan umat Islam saat itu timbul keragua-raguan terhadap kebenaran ajaran agamanya. Dalam situasi kekacauan inilah Al-Ghazali terdorong oleh rasa tanggung jawab untuk memperbaiki kekacauan pemikiran dan perbuatan yang menggoncangkan kehidupan Islam.
(Ali Al- Jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi:2002:128-130).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pemaparan diatas tentang pemikiran pendidikan Islam Al-Ghazali, maka dapat diambil kesimpulan antara sebagai berikut:

a. Dalam konsep pendidikan pendidikan Al-Ghazali tujuan pendidikan anak adalah menjadikan anak didik orang yang cerdas intelingensinya dan juga emosionalnya, atau menjadikan anak didik yang dapat mencapai kebahagian dunia dan akhirat
b. Kurikulum dalam konsep pendidikan oleh Al-Ghazali tebagi menjadi dua yakni fardhu ‘Ain dan fardhu Kifayah, hal tersebut sesuai dengan konsepnya tentang pendidikan Islam.Sedangkan metode beliau menggunakan metode keteladanan yakni memberikan contoh.
c. Peserta didik dan pendidik adalah orang yang sangat mulia dalam hal ini Al-Ghazali mengatakan keduanya haruslah orang yang bersih jiwanya ikhlas, dan sabar, dalam memberikan pelajaran dan menerima pelajaran, serta mengajarkan, dan mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat didunia dan akhirat, sesuai dengan tingkatan dan kemapuan anak didik tersebut. Sedangkan evaluasi adalah harus dilakukan untuk menguji kemampuan anak didik sejauh mana ia menyerap pelajaran yang diberikan dan kedekatannya kepada Allah.
d. Pemikiran pendidikan Islam Al-Ghazali dipengaruhi beberapa faktor yakni , faktor pendidikan, faktor intelektual, faktor politik, yang ada pada saat itu.
e. Pendidikan Islam yang telah kemukan Al-Ghazali diatas pada bab III menurut hemat penulis, perlu diperhitungkan dan acuan dalam pengembangan pendidikan Islam kedepan, termasuk Indonesia sebab pendidikkan Indonesia sudah lari dari falsafah bangsa, dengan kata lain pemikiran pendidikan Islam Al-Ghazali tersebut masih relevan diterapkan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan Islam.
B. Saran-saran
Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis akan memberikan saran –saran sebagai berikut:
1. Berangkat dari pemikiran pendidikan Islam Al-Ghazali diatas, maka bagi orang yang akan berkecimpung dalam dunia pendidikan kiranya dapat menjadikan pemikiran Al-Ghazali sebagai bahan pandangan, acuan dalam mengembangkan pendidikan Islam kedepan.
2. Pendidikan Islam kedepan membutuhkan orang –orng yang berkompeten dibidang pendidikan, agar anak –anak bangsa menjadi anak yang berkualitas secara intelektual dan emosianal, oleh karena itu bagi guru jangan lah lari dari falsafah pendidikan itu sendiri.
3. Dalam penelitian ini mungkin masih banyak kekurang dan kesalahan, dan mungkin masih banyak pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan Islam yang belum terungkap, maka diharapkan pada peneliti lain untuk bisa mengkaji lebih dalam lagi, supaya terdapat konsep yang ideal.

















BIODATA PENULIS
NAMA : SAWALUDDIN SIREGAR
LAHIR :SORIMADINGIN LAMA 15 JULI 1984
UMUR : 26 TAHUN
PENDIDIKAN: 1.SDN INPRES BATANG ANGKOLA

2. MTS.IDRISIYAH PASILNAULI
3. PONDO PESANTREN MUSTHOPAWIYAH
4.UNIVERSITAS ISLAM RIAU
STATUS : BELUM NIKAH
HOBBI : MEMBACA
CITA-CITA : DOSEN
MOTTO : RAIHLAH KESUKSESAN DENGAN BEKERJA KERAS DI IRINGI DENGAN DO’A DAN NIAT YANG IKHLAS, SERTA BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA.









DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, cet I, Yogyakarta, 1998

Anwar, Saeful, Filsafat Ilmu Al-Ghazali, Pustaka Setia Bandung, 2007

Al-Ghazali, Imam, Ihya’Ulumuddin, C.V. Bintang Pelajar, 1981

--------------, Rahasia Ketajaman Mata Hati, Terbit Terang Surabaya.1999
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992
Ahmad,M. Yusuf, Kompetensi dan Peranan Guru Menurut Pandangan Al- Ghazali. Tesis 2007
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, A-Ma’arif Bandung, 1989
Asy’Ari, Imam, Petunjuk Teknis Menulis Naskah Ilmiah, Usaha Nasional Surabaya Indonesia, 1984

Al- Jumbulati, Ali, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Rineka Cipta, 2002

Arifin, M. H, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Jakarta 2006

Beavers, Tedd D. Paradigma Filsafat Pendidikan Islam, Riora Cipta, Jakrta, 2001

Bahreisy, Husein, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali, AL-Ikhlas Surabaya, 1981

C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991

Departemen Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjemahannya, CV Karya
Utama Surabaya, 2005

Daut Ali, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, PT. Rajagrapindo Persada, Jakarta, 2006
Dairi, Rizal, Metodologi Penelitian Berbasis Kompetensi, UIR, Press, 2008

Daen Indra Kusuma Amir. Pengantar Ilmu Peendidikan Usaha Nasional, Surabaya, 1973

Djainuri, Achmad, Pendidikan dan Medernisasi di Dunia Islam, Al-Ikhlas Surabaya, 2001
Daudy, Ahmad, Segi-segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1984

Daradjat dkk, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 2006

Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-Aliran Dalam Pendidikan Studi Tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali, Dina Utama, Semarang, cet I, 1993

Hartono, Strategi Pembelajaran LSFK2P (Pekanbaru)

Hitami, Munzir, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, Infnite Press Pekanbaru, 2004
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, PT. Pustaka Panji Mas, Jakarta, cet XI, 1984.

Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003

Ihsan,Hamdani, Dan A.Fuad Ihsan , Filsafat Pendiddikan islam,Bandung: CV Pustaka Setia,2001

Jawwad Ridlah Muhammad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam(Persfektif Sosiologis –Filosofis ) Tiara Wacana Yogyakarta 2002

Klik skripsi.blogspot.com /2009/08/pa

Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta, 2003

---------------, Pendidikan Islam Dalam Abad Ke 21, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta, 2003

Nawawi, Hadari, Pendidikan Islam, AL Ikhlas, Surabaya, 1993

Nata, Abuddin, Filsafat Penddikan Islam, Logos, 2001

----------------, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT. Rajagrapindo Persada, Jakarta, 2003

-----------------, Filsafat Penddikan Islam, Edisi Baru, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2005

-----------------, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf (Dirasah Islamiyah IV), Rajawali Pers, Jakarta, 199

Nakosteen Mehdi, Kontribusi Islam atas Pendidikan Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Risalah Gusti, Surabaya, 2003

Nasution. S. Asas-asas Kurikulum Jemmars Bandung, 1988

Masyhur H.Kahar, Meninjau Berbagai Ajaran, Kalam Mulia Jakarta 1986
Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Omar, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975

One, indoskripsi. Com/clik 8396/0

Soebahar, Abd. Halim, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002

Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan Aksara, Jakarta 1981

Subroto, Suryo, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta 1997

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Universitas Indonesia Jakarta, 1993

Susanto. A. Pemikiran Pendidikan Islam, Amzah, Jakarta, 2009

Sunarto, Konsep Imam Al-Ghazali Tentang Pemerintahan Islam, skripsi PAI UIR, 2004

Sanaky Hujair AH, Paradigma Pendidikan Islam Safiria Insani Press Yogyakarta, 2003

Solihin, M,Epistimologi Ilmu Dalam Sudut Pandang Al-Ghazali, Pustaka Setia Bandung, 2001

Sudarto, Metodologi Penelitian Fitsafat, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997

Syar’I, H. Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus, 2005

Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1995

------------------, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung 1992

Tholkhah, DR.Imam dan Ahmad Barizi, M.A Membuka Jendela Pendidikan, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia Bandung, 1997

UU RI No 20 Tahun 2003,Tentang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen, Tim Merah Putih, 2007

Yusuf A, Muri. Pengantar Ilmu Pendidikan, Ghalia Indonesi, Jakarta, 1982

Zainuddin Dkk,Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, Bumi Aksara ,Jakarta ,1991

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, J

1 komentar:

  1. The Baccarat Rules – How Do You Play Baccarat - Worrione
    Baccarat is a very 1xbet popular form of strategy. It's played 샌즈카지노 in worrione casinos but there are various variations for betting. Baccarat is the single game

    BalasHapus